hasil penelitian saya :
aktivis demokrasi memang hidup utk inkonsisten, melihat sejarah secara ahistoris, sembari menuduh islam ketinggalan jaman dan tidak memberikan solusi. dlm prakteknya, demokrasi memang tidak memberikan apa pun selain kerusakan dan kemunafikan. dimana pun demokrasi berada selalu mengundang kerusuhan yg tak berkesudahan.
penelitian khusus :
ketika kerusakan telah nyata di depan mata, aktivis pro demokrasi menawarkan perbaikan parsial (tak menyeluruh), tapi ketika secara parsial pula perbaikan tersebut menimbulkan masalah yg lain pula, aktivis pro demokrasi menyalahkan islam dan menganggap islam tidak layak memperbaiki demokrasi, atau islam tidak layak hidup berdampingan dgn demokrasi, atau kurang lebihnya islam prematur mengatasi permasalahan yg di dera demokrasi.
ibarat sang dokter, islam masih di anggap kurang bijaksana memberikan solusi atas penyakit yg di alami demokrasi. demokrasi dgn pongahnya dan pedenya (percaya diri) rela berjalan dgn penyakit kronis yg di deritanya, walau pun masyarakat (konstituen) masih sadar bahwa penyakit kronis yg di derita demokrasi ini tidak pernah ada obatnya, selain mengganti atau mengamputasi atau bahasa kasarnya lagi mematikan demokrasi itu sendiri.
masyarakat tidak pernah di pedulikan kecuali pada saat 5 tahun sekali, itu pun hanya mencontreng, mencucuk kertas suara yg biayanya saja hampir milyaran. belum lagi sengketa lainnya.
kesimpulan yg tidak pernah di simpulkan :
demokrasi harus rela meninggalkan kursi singgasananya dlm mengatur dan mensejahterakan dunia. demokrasi gagal dalam upayanya menertibkan keamanan dunia. demokrasi tidak dapat memberikan solusi atas permasalahan kemanusiaan.
penelitian berakhir, menunggu kasus-kasus termutakhir berikutnya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar