mari sejenak berjalan menyusuri ranggasnya rerumputan yg hijau itu, mencoba me-elaborasi suara jangkrik di siang hari, atau suara burung but but yg kotoran membuat gatal dikulit. kau akan mendapatkan suasana nyaman dan damai di siang hari. lalu apa yg kau dapat? stress?? hahaha... jgn risau, ini bukanlah acara outbond yg mengharuskan kamu meresapi setiap jengkal sesi training yg sudah terjadwal, tetapi hendak memasuki alam yg di sediakan apa adanya itu.
baiklah, mari kita berlanjut jalan menyusuri kelok kelok jalan setapak yg tampak seperti ular itu utk keluar dari jalan yg dipenuhi "binatang" itu, memperhatikan hilir mudik mobil. motor, truk yg tak tau diri mengotori udara bersih yg tanaman pun susah payah memfilter melalui daunnya. jalan-jalan yg dipenuhi oleh timbunan tanah yg terbawa oleh ban-ban yg berputar itu membuat jalanan semakin acak kadut semua.
oleh sebab itu, mari sejenak menyaring pengapnya udara siang di tengah "padang" debu yg membuat burung-burung pun mati melewati atasnya. ada baiknya engkau menyusuri trotoar yg baru saja di cat oleh dinas tata taman kota yg --katanya-- 2 pekan lagi itu hendak merayakan harlah kota. yeah... ternyata utk memperbaiki keadaan harus menunggu adanya momen penting datang. entah itu harlah, hari keagamaan atau yg lainnya.
baiklah, mari tinggalkan sejenak pekerja honor dinas taman kota itu menyelesaikan pekerjaannya, kita akan menuju ke gedung pencakar langit yg sejak tadi teronggok di mana-mana. yah, layaknya pencakar langit, agaknya langit pun tidak pernah runtuh-runtuh bila pencakar itu runtuh, lalu darimana asalnya pencakar langit? sepertinya pekerjaan mencari tahu asal usul itu memang membosankan, apalagi bila itu berhubungan dgn budaya dan tradisi bahasa yg sudah berakar kuat ya..
hemm... baiklah, sekarang mari sejenak kita menjadi seorang khan, seorang pengidap asperger's syndrome yg berpetualang mengelilingi amerika hanya ingin menyampaikan "i'am moslem, and i'm not a terrorist" kepada presiden amerika, sindrome yg mengungkapkan apa adanya, bila engkau mengatakan "selamat datang, anggaplah rumah sendiri" hei!! lantas saya akan mengatakan "ini bukan rumah saya, bagaimana caranya kau dapat membuat saya seperti berada di rumah sendiri?"
atau engkau akan mengatakan, "mari sini duduk sejenak, jangan bersedih... semua ada jalan keluarnya" lalu saya akan mengatakan "yap, semua ada jalan keluarnya, tapi saya tidak sedang bersedih, saya sedang memikirkan jalan keluarnya, dan lihat... air mata saya tidak pernah keluar sejak tadi." sepertinya kita memerlukan rehat sejenak setelah menjadi 'seseorang' di luar dari kita. itu lihat ada sebuah onggokan kayu yg bekas di tebang.
saya sedang bersedih, mengapa ada orang tega berbuat demikian, bagaimana mungkin kita akan menyelamatkan alam bila pohon di tengah rimba kota ini saja tega di tebang dgn paksa. akan kah kita akan mewariskan pohon ratusan tahun di tengah kota hanya karena perubahan jalur trayek? tapi sudahlah yg mati sudah mati, yg hidup akan terus hidup dan akan menanti kematian --dlm waktu dekat lagi. []
baiklah, mari kita berlanjut jalan menyusuri kelok kelok jalan setapak yg tampak seperti ular itu utk keluar dari jalan yg dipenuhi "binatang" itu, memperhatikan hilir mudik mobil. motor, truk yg tak tau diri mengotori udara bersih yg tanaman pun susah payah memfilter melalui daunnya. jalan-jalan yg dipenuhi oleh timbunan tanah yg terbawa oleh ban-ban yg berputar itu membuat jalanan semakin acak kadut semua.
oleh sebab itu, mari sejenak menyaring pengapnya udara siang di tengah "padang" debu yg membuat burung-burung pun mati melewati atasnya. ada baiknya engkau menyusuri trotoar yg baru saja di cat oleh dinas tata taman kota yg --katanya-- 2 pekan lagi itu hendak merayakan harlah kota. yeah... ternyata utk memperbaiki keadaan harus menunggu adanya momen penting datang. entah itu harlah, hari keagamaan atau yg lainnya.
baiklah, mari tinggalkan sejenak pekerja honor dinas taman kota itu menyelesaikan pekerjaannya, kita akan menuju ke gedung pencakar langit yg sejak tadi teronggok di mana-mana. yah, layaknya pencakar langit, agaknya langit pun tidak pernah runtuh-runtuh bila pencakar itu runtuh, lalu darimana asalnya pencakar langit? sepertinya pekerjaan mencari tahu asal usul itu memang membosankan, apalagi bila itu berhubungan dgn budaya dan tradisi bahasa yg sudah berakar kuat ya..
hemm... baiklah, sekarang mari sejenak kita menjadi seorang khan, seorang pengidap asperger's syndrome yg berpetualang mengelilingi amerika hanya ingin menyampaikan "i'am moslem, and i'm not a terrorist" kepada presiden amerika, sindrome yg mengungkapkan apa adanya, bila engkau mengatakan "selamat datang, anggaplah rumah sendiri" hei!! lantas saya akan mengatakan "ini bukan rumah saya, bagaimana caranya kau dapat membuat saya seperti berada di rumah sendiri?"
atau engkau akan mengatakan, "mari sini duduk sejenak, jangan bersedih... semua ada jalan keluarnya" lalu saya akan mengatakan "yap, semua ada jalan keluarnya, tapi saya tidak sedang bersedih, saya sedang memikirkan jalan keluarnya, dan lihat... air mata saya tidak pernah keluar sejak tadi." sepertinya kita memerlukan rehat sejenak setelah menjadi 'seseorang' di luar dari kita. itu lihat ada sebuah onggokan kayu yg bekas di tebang.
saya sedang bersedih, mengapa ada orang tega berbuat demikian, bagaimana mungkin kita akan menyelamatkan alam bila pohon di tengah rimba kota ini saja tega di tebang dgn paksa. akan kah kita akan mewariskan pohon ratusan tahun di tengah kota hanya karena perubahan jalur trayek? tapi sudahlah yg mati sudah mati, yg hidup akan terus hidup dan akan menanti kematian --dlm waktu dekat lagi. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar