Siang itu, cuaca cukup bersahabat. Tidak begitu panas, tapi juga tidak begitu dingin dan berangin.
Aku dan dua orang sahabat sedang duduk sambil menikmati makan siang di kantin milik Universitas.
Kedua sahabatku ini bukanlah orang pribumi. Yang seorang (sebut saja si V) berasal dari Vietnam, dan yang seorang lagi (sebut saja si M) berasal dari Maroko.
Awalnya kami berbincang masalah masalah ringan seputar pelajaran, dosen, sampai masalah cari pacar.
Sampai pada suatu titik, aku melakukan suatu kesalahan fatal dengan bertanya pada si V;
"Boleh ku tahu agamamu apa V? Tanyaku sambil masih mengunyah mie goreng panas.
"Aku protestan, tapi tidak percaya kalau tuhan itu ada!" Jawabnya singkat disertai senyum.
Jujur, ini bukanlah pertama kalinya aku mendengar kalau seorang adalah atheis. Tapi rupanya pernyataan si V adalah berita baru bagi si M.
"Mengapa kamu tidak percaya tuhan?" Si M bertanya langsung.
"Mengapa kamu percaya Tuhan?" Si V balik bertanya.
"Karena saya beragama, dan salah satu keharusan seorang yang beragama adalah percaya pada tuhan!"
Si V meletakkan peralatan makan yang digunakannya seraya memandangi si M masih disertai senyum tipis ramah khas- miliknya.
"Kalau begitu saya ralat jawaban saya tadi" Katanya padaku "Saya bukan seorang protestan. Saya atheis, tapi kalian bisa menganggap saya protestan kalau kalian suka"
Kami diam beberapa jurus. Aku dan si V melanjutkan acara makan siang kami, sedang si M masih sedikit berfikir.
"Apa yang menyebabkan kamu memilih menjadi atheis?" Si M bertanya tiba tiba.
"Tidak ada alasan khusus, saya hanya tidak bisa percaya pada sesuatu yang tidak konkret. Tuhan misalnya" jawabnya.
"Tuhan itu ada dan kamu hanya harus percaya bahwa dia itu ada!" Si M berkata. Nada suaranya terdengar bersahabat, tapi aku merasa ada sesuatu pada kata katanya barusan.
"Apa yang membuatmu percaya kalau Dia itu ada?" si V bertanya balik.
"Ada sesuatu yang tidak perlu kau lihat untuk dapat kau percayai kawan!" Si M berkata "Tuhan itu seperti cinta. Tidak dapat kau lihat, tapi dapat kaurasakan dan aku yakin kau tahu bahwa cinta itu ada!"
Si V lagi lagi tersenyum mendengar kata kata si M.
"Cinta itu adalah suatu proses pada otak manusia yang sayangnya aku tak begitu mengerti tentangnya!" Ia mengelap bibirnya dengan tisue "Sedang Tuhan adalah suatu hal yang manusia ciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pengetahuan yang tidak dapat mereka ketahui"
"Aku tidak mengerti maksudmu" Si M mengerutkan kaning saat bertanya demikian.
"masudku, banyak sekali hal hal yang tidak bisa manusia buktikan dengan akal, Hantu misalnya" Si V menenggak sedikit minumannya "dan untuk itu mereka butuh sesuatu untuk menjawab masalah itu. Tuhan-lah jawabannya"
Aku terpana mendengar kata kata si V barusan. Bukan karena kekuatan dari tiap suku kata atau keyakinannya pada kekuatan kata katanya, tapi lebih daripada itu. Aku berfikir bahwa "MUNGKIN" ia ada benarnya juga.
Sebenarnya aku tidak ingin mendiskusikan masalah kepercayaan secara terang terangan seperti ini, tapi lambat laun, aku jadi tertarik juga mendengar mereka berdebat.
"Maksudmu, tuhan itu hasil karya manusia?" Akhirnya aku membuka mulutku "-yang manusia gunakan untuk menjawab pertanyaan yang tidak terjawab?"
"ya, itu maksudku" Si V tersenyum padaku.
"manusia selalu mencoba untuk mencari jawaban yang pasti dari setiap permasalahan yang mereka hadapi" Gumamku pada kedua sahabatku " berarti manusia adalah mahkluk yang konkret karena memikirkan jawaban yang tak pasti dari suatu permasalahan yang tak pasti pula!"
"Hm...aku tidak begitu mengerti apa yang baru saja kau katakan kawan, tapi sepertinya masuk akal" Kata si V.
"Berarti tuhan adalah sesuatu yang konkret, karena ia adalah jawaban paling konkret dari sesuatu yang tidak konkret" kataku berapi api
"Maksudmu apa?" Si M bertanya.
"Maksudku, Jawaban yang paling konkret untuk sesuatu yang tidak terjawab adalah sesuatu yang tidak terjawab pula!" Kataku " karena itu, tuhan bukanlah sesuatu yang tidak konkret, malah sebaliknya karena ia adalah jawaban dari sesuatu yang tak terjawab!"
Mereka berdua menatapku dengan pandangan bertanya.
"Aku tak begitu mengerti maksudmu kawan, tapi tadi itu terdengar cukup masuk akal" Si M berkomentar.
"kurasa kita memang butuh jawaban tidak jelas untuk pertanyaan tak jelas macam itu kan?" Si V mengacak acak rambutku.
Kami mencoba mengganti tema pembicaraan.
Buatku, jawaban yang baru saja kuutarakan pada kedua sahabatku tadi memberiku suatu pertanyaan lagi.
Tapi kurasa hari ini sudah cukup kami membahas satu pertanyaan tanpa jawaban. Aku tak ingin menambahnya jadi dua pertanyaan tak terjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar