saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Sabtu, 04 Agustus 2018

Demokrasi, Asli Indonesia atau Produk Impor?

Ust. Choirul Anam

Sering sekali kita mendengar seseorang menolak syariah dan Khilafah, karena menurutnya, syariah dan Khilafah bukan asli Indonesia. Baginya, ideologi penopang syariah dan Khilafah adalah ideologi hasil import, bukan digali secara langsung dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Menurutnya, Indonesia adalah negara demokrasi dengan ideologi final yaitu Pancasila.


Di sini, kami ingin mengajak semua pihak untuk menjawab dengan jujur: benarkah demokrasi itu asli Indonesia atau produk import?.

Dengan memahami permasalahan ini secara jelas, akan mudah bagi kita untuk menilai konsistensi argeumen seseorang dalam menolak syariah dan Khilafah. Jika memang demokrasi itu asli Indonesia, maka menolak syariah dan Khilafah dengan alasan produk import, maka penolakan itu dapat dinilai konsisten. Namun, jika ternyata demokrasi juga produk import, sementara seseorang menolak syariah dan Khilafah karena dianggapnya produk import, maka pernyataan jelas layak dipertanyakan konsistensinya.

*****

Dengan membaca teks-teks ilmu politik secara sekilas saja, maka kita akan langsung tahu sejarah demokrasi. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) yang artinya kekuasaan rakyat. Demokrasi tersusun dari dua suku kata, yaitu δῆμος (dêmos) yang artinya rakyat dan κράτος (kratos) yang artinya kekuatan atau kekuasaan. Demokrasi dipercayai muncul pada abad ke-5 SM (sebelum masehi) untuk menyebut negara-kota Yunani Kuno, salah satunya Athena.
Dipercayai bahwa rakyat Athena telah mendirikan negara yang dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM dan dipimpin oleh Cleisthenes. Karena itu, Cleisthenes disebut sebagai "bapak demokrasi Athena”.


Demokrasi merupakan antonim (lawan kata) dari ἀριστοκρατία (aristocratie) yang artinya kekuasaan elit. Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun realitanya dalam demokrasi kekuasaan juga di tangan elit. Sistem politik di Athena Kuno, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas, namun tidak memberikan partisipasi politik kepada budak dan wanita dalam. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit, bukan rakyat.

Dalam dunia modern, Kata demokrasi (democracy) sendiri dipercayai mulai muncul lagi sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Dalam sejarah modern, Bangsa pertama yang mengadopsi konstitusi demokrasi adalah Republik Korsika pada tahun 1755.

Pada tahun 1789, pasca revolusi, Perancis mengadopsi deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Konvensi Nasional dipilih oleh semua warga negara pria pada tahun 1792. Tahun 1848, serangkaian revolusi pecah di Eropa setelah para pemimpin negara dihadapkan dengan tuntutan konstitusi liberal dan pemerintahan yang lebih demokratis dari rakyatnya.

Di Amerika Serikat, demokrasi mulai diadopsi tahun 1788. Pada tahun tersebut telah menetapkan bahwa pemerintahan dengan pilihan dan menjamin hak-hak dan kebebasan sipil. Namun, pada saat itu, hanya pemilik properti dan pria dewasa berkulit putih yang boleh memberi suara. Sedangkan budak Afrika, penduduk berkulit hitam bebas dan wanita tidak boleh memilih.

Gelombang demokrasi terjadi secara internasional pada abad ke-20 yang dipicu oleh perang, revolusi, dekolonisasi, dan religious and economic circumstances. Pada tahun 1920-an, demokrasi tumbuh subur tetapi terhambat Depresi Besar. Amerika Latin dan Asia langsung berubah ke sistem kekuasaan mutlak atau kediktatoran.

Pada tahun 1960, banyak negara yang menggunakan sistem demokrasi, meski sebagian besar penduduk dunia tinggal di negara yang melaksanakan pemilihan umum terkontrol dan dipimpin oleh para diktator.

Pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional.

Indonesia menurut Democracy Index yang dikeluarkan pada tahun 2011 termasuk negara demokrasi tidak sempurna, bersama 53 negara lainnya seperti Sri Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago, Zambia. Yang termasuk negara demokrasi sempurna adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Australia, Austria, Belanda dan lain-lain.

Dengan melihat sejarah demokrasi, mari kita jawab secara jujur: Demokrasi itu asli Indonesia atau bukan?

*****

Jika kita masih mengatakan bahwa demokrasi adalah asli Indonesia, maka sebaiknya kita tidak perlu meneruskan membaca tulisan ini atau tulisan apapun. Orang seperti ini tidak perlu membaca apapun, karena bacaan apapun tak akan bermanfaat baginya.

Siapapun orang yang jujur dan konsisten pasti akan mengatakan bahwa demokrasi berasal dari barat, bukan asli Indonesia.
Apakah suatu masalah jika yang diterapkan di Indonesia bukan asli Indonesia? Tentu saja, tidak masalah. Sebab, hampir semua yang diterapkan di Indonesia memang bukan asli Indonesia.

Yang terpenting bukan masalah asli atau bukan asli Indonesia, tetapi apakah sistem itu akan membawa kebaikan kepada rakyat atau tidak. Sekarang kita menghadapai problem yang lebih sulit lagi, benarkah demokrasi itu untuk kebaikan Indonesia dan untuk kepentingan rakyat?

Bisa jadi ada ribuan orang atau jutaan orang yang menjawab bahwa demokrasi adalah untuk kebaikan Indonesia. Pertanyaan berikutnya, benarkah? Demokrasi itu untuk kepentingan Indonesia atau negara-negara imprealis modern seperti Amerika?

Jangan-jangan kita hanya korban opini, yang memang sengaja di bangun oleh Amerika untuk mengusung demokrasi dan menguras sumber daya alam (SDA) kita. Jika kita berpikir bahwa demokrasi adalah untuk kepentingan kita, Amerika justru menjadikan demokrasi sebagai game dan tool untuk mengendalikan negara-negara ketiga, seperti Indonesia.

Ada baiknya kita mencermati pidato Goerge W. Bush pada Kamis 6/11/2003 di depan The National Endowment for Democracy yaitu pada ulang tahun badan itu yang keduapuluh, Bush menekankan pentingnya demokratisasi di negara-negara ketiga, terutama Timur Tengah. Menurutnya, selama kebebasan (freedom) belum tumbuh di suatu kawasan, kawasan itu akan menjadi wilayah stagnan, pengekskpor kekerasan, termasuk menjadi tempat penyebaran senjata yang membahayakan bagi Amerika serikat. Bush mengatakan “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi” (Kompas, 6/11/2004).

Sebagai produk import, ternyata demokrasi adalah import yang paling berbahaya. Hal itu diungkapkan sendiri oleh ilmuan Amerika, William Blum, dalam bukunya America’s Deadliest Export Democracy: The Truth About US Foreign and Everythung Else (Demokrasi, Export Amerika Yang Paling Mematikan: Menyingkap Kebenaran Tentang Politik Luar Negeri AS dan Hal Lain).

Apakah Amerika adalah guru yang baik tentang demokrasi, berikut ini beberapa fakta tentang Amerika setelah Perang Dunia II yang diungkap oleh Blum: Amerika berupaya keras untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan luar negeri yang kebanyakn dipilih secara demokratis. Amerika secara kotor, ikut campur tangan dalam pemeilihan umum di lebih dari 30 negara.

Amerika mencoba membunuh lebih dari 50 orang pemimpin negara-negara asing. Amerika telah mengebom orang-orang di lebih dari 30 negara, dan Amerika telah mencoba menekan gerakan rakyat atau nasionalis di 20 negara

Secara keseluruhan, sejak 1945 Amerika telah mencabut nyawa berjuta-juta orang, membuat jutaan orang lainnya hidup penuh dengan kepedihan dan penderitaan, dan bertanggung jawab terhadap penyiksaan yang dilakukan atas ribuan orang lainnya.

Namun Amerika tak peduli dengan respon dunia, sebab telah terpatri pada benak Amerika suatu kaidah: “oderint dum metuant (Biarkan mereka membeci selama mereka takut)”. Hal inilah yang diungkapkan oleh James Woolsey, mantan direktur CIA “Hanya rasa takut yang membangun rasa hormat kepada Amerika”.

******

Itulah sejarah dan fakta demokrasi. Itulah fakta negara Maha Guru Demokrasi, Amerika. Demokrasi bukan produk asli Indonesia, tetapi produk import. Namun bukan import yang bermanfaat bagi Indonesia, tetapi produk import yang mematikan negara-negara yang mengimport-nya, termasuk Indonesia.

Ini berbeda dengan syariah dan Khilafah. Syariah dan Khilafah pada awalnya memang di tanah Arab, tetapi bukan berasal dari Arab. Syariah dan Khilafah berasal dari Allah SWT untuk kebaikan umat manusia dan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

Bukankah Allah pencipta bumi ini? Bukankah Allah pencipta Indonesia dan segala hal yang ada di Indonesia? Bagaimana bisa kita katakan bahwa syariah dan Khilafah tak layak untuk Indonesia karena bukan asli Indonesia?

Tidakkah kita malu karena menolak syariah dan Khilafah dengan alasan tidak asli Indonesia, sementara kita membusungkan dada menjadi propaganda demokrasi yang sama sekali bukan asli Indonesia?

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar