saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Selasa, 26 Mei 2009

view of life


Islam telah menegaskan bahwa, setelah kehidupan di dunia yang fana ini akan ada kehidupan lain yang akan menanti dan jauh lebih kekal dan mengabadi, bahkan kehidupan yang sangat kekal dan abadi –baik di syurga, lebih-lebih di neraka adalah kehidupan final dan akhir dari segala kehidupan di dunia manapun di dunia ini. Islam telah menggariskan kehidupan seseorang dimulai dari buaian hingga liang lahat, bahwa segala tingkah lakunya telah tercatat dibuku suci—lauhul mahfudz—sebuah buku raksasa di atas arasy. Hal tersebut telah ditegaskan berulang-ulang kali oleh berbagai macam literatur-literatur suci yang sudah teruji secara fantastis dijamannya. Banyak ustadz-ustadz, ulama-ulama salaf sepakat bahwa setelah mati—dari kehidupan dunia—maka manusia akan merasakan yang namanya hidup lagi. Hidup, mati, hidup dan hidup lagi, begitu seterusnya sehingga manusia dapat merasakan pahit getirnya bagaimana berada di syurga begitu pula di neraka.

Setelah sang guru menjabarkan ilmu-ilmunya kepada para santri, ada seorang santri bertanya kepada gurunya.

"Wahai guru, bagaimanakah iblis dapat merasakan panasnya api neraka, sedangkan dia (iblis) adalah api itu sendiri?"

Sang guru dengan percaya dirinya dan tanpa rasa bersalahnya langsung menampar tepat diwajah si santri tadi.

Pletakk!!!

"Uh, kenapa guru menampar saya, apakah pertanyaan saya salah atau saya tidak boleh bertanya pada sesi ini?"

"Guru tidak marah, dan kau tidak bersalah, guru hanya mengilustrasikan bahwa dengan bertemunya tangan ini dengan kekuatan ke wajahmu saja sudah membuatmu sakit luar biasa, apalagi iblis yang terbuat dari api ketika dipanggang di atas api neraka, sudah pasti dia akan merasakan kepedihan yang luar biasa."

Benar, guru tadi telah menggambarkan bagaimana antara zat yang bersamaan—tanah dan tanah—dapat membuat si santri wajahnya memerah gelimpangan. Apalagi iblis yang notabenenya terbuat dari api, ketika dipanggang di atas api neraka pun si iblis dapat merasakan bagaimana 'nikmatnya' api neraka yang buas itu menyentuh tubuhnya. Kehidupan seringkali di ilustrasikan dengan adanya tanda-tanda kehidupan terhadap suatu benda—atau—ketika adanya perpindahan benda dari tempat satu ke tempat yang lain—secara harfiah bisa disimpulkan adanya 'pergerakan yang berarti'. Ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya ke bulan, dia mengatakan 'tidak ada kehidupan', yang ada hanya suasana gelap gulita dan nihil—tiada makhluk apapun—. Hal ini jelas, karena di bulan secara kasat mata, tidak ada yang mengilustrasikan gerakan atau adanya tanda-tanda kehidupan yang berarti, baik yang tertangkap oleh radar atau satelit, lebih-lebih oleh bola mata Neil Amstrong sendiri. Namun, ketika bertahun-tahun setelah Neil Amstrong meninggalkan jasad—ko'id—, di planet lain—Mars—oleh badan NASA Amerika Serikat, ditengarai adanya zat-zat oksigen (CO2) yang mengindikasikan bahwa disana—Mars—secara harfiah—walaupun belum yakin benar—ditengarai terdapat 'kehidupan yang berarti'. Lalu apakah hanya oksigen yang mengindikasikan makhluk dapat hidup di dunia ini, apakah hanya oksigen—CO2—merupakan zat vital makhluk hidup. Jauh sebelum Neil Amstrong dan Amerika Serikat mempublikasikan temuannya, Allah telah menerangkan di dalam kalamnya baik yang tersirat maupun yang tersurat, bahwa setiap bayi yang lahir—pasti—akan mendapatkan kehidupan dari kedua orang tuanya. Ketika sang jabang bayi tumbuh di dalam rahim ibunya, secara otomatis saluran pipa kehidupan diberikan kepada bayi, sekalipun sang bayi tidak meminta tentang hal ini. Saluran pipa itu adalah intisari makanan yang diasup oleh ibunya, dari mulut menuju ke ruang rahim ibu, dan tidak memerlukan oksigen dan tidak memerlukan ruang bebas seperti kamar kamu yang sumpek.

Hal ini menjadi sebuah gambaran, bahwa bagaimana Allah telah memberikan rezeki yang berlimpah kepada setiap makhluk-Nya. Sekali pun itu didalam perut manusia, ataupun dibawah tanah yang gelapnya minta ampyun. Ah, saya pun tidak perlu berpanjang lebar mengungkapkan kenyataan di atas, tentunya kamu-kamu semua telah sepakat tentang hal ini. Sepakat bahwa, setiap makhluk pasti mendapatkan rezekinya—jika berusaha—tentunya, lain tidak. Namun ada kalanya orang apriori dengan pernyataan tersebut. Kadangkala ketika manusia sedang ditimpakan rezeki yang berlimpah, maka rezeki itu adalah hasil jerih payahnya dan tidak ada campur tangan sedikit pun dari sang pembuat rezeki—al-Khaliq. Benar, karena orang tersebut telah berusaha dengan keringat ditubuhnya, dia telah berusaha dengan gigih mencari dan memutar otak bahkan sampai sembelit keluar. Bahwa rezeki itu haruslah dijemput, haruslah diraih dengan usaha dan kerja keras. Tapi, apakah hanya dengan kerja keras, apakah hanya dengan modal otot dan otak. Saya rasa terlalu naif jika orang ini hidup di dunia, lebih-lebih di atas buminya Allah, terlalu naif karena orang yang menyatakan hal ini masih mengais di atas bumi dan di kolong langit sang empunya pembuat rezeki. Bagaimana tidak, ketika kamu bekerja di suatu perusahaan bersistem, kamu dihadapkan dengan segudang permasalahn 'pekerjaan'. Pekerjaan ini kian hari kian menumpuk jika seandainya kamu hanya berleha-leha bermalasan tidak mengerjakannya dan tentunya si Bos pasti marah dan kesal dengan tingkah kamu yang tidak mengindahkan perintah. Namun sebaliknya, dengan usaha dan kerja keras kamu, pekerjaan-pekerjaan pun dapat terselesaikan. Semuanya senang dan gembira kepadamu, karena kamu mengerjakan pekerjaan seperti titah si Bos. Lalu apa yang didapat, kamu akan mendapatkan gaji yang selayaknya dan begitu pula tunjangan serta promosi tengah menunggu kamu di luar sana. Apakah naif, jikalau kamu bekerja di suatu perusahaan bersistem tadi, gaji yang diberikan bukan berasal dari kantongnya si Bos? Saya hanya bisa terdiam dan sedikit he..he...

Itu hanya sepersekian contoh yang bisa dijabarkan pada lembar butut ini. Oke, kamu bisa tertawa ketika mendapatkan kehidupan yang layak. Oke, kamu dapat ongkang-ongkang kaki ketika durian runtuh menimpa rumah kamu yang sudah reot. Oke, silakan melipat tangan di depan muka saya ini. Tapi ingat, ada yang lebih menguasai jiwa kamu. Ada yang dapat mencincang tubuh kamu—ketika kamu tidur terlelap di kasur yang tipis dan bau itu—karena kamu tidak pernah akan tahu kapan dan dimana jiwa kamu akan tercerabut dari jasadnya. Takut? Syukur......[pemulungsampahjalanan]

Tambahan: 

Komunisme menganggap, kehidupan setelah di dunia tidak ada lagi. Hal ini sejalan dengan prinsip yang diutarakan Darwin, bahwa keevolusian manusia akan terus bertambah dan terus menerus berubah seiring dengan waktu dan tahun berlalu—namun sampai sekarang—jauh setelah Darwin 'wafat' manusia tidak ada yang berubah sedikit pun. Mengapa sejalan? Karena komunisme telah meletakkan dasar pemikirannya terhadap sesuatu materi yang darinya ada kemudian tiada, begitu pula dengan Darwinisme, sesuatu itu tadinya ada kemudian tiada. Pernyataan kedua ekor ini ditegaskan dengan adanya eksperimen yang menjelaskan bahwa, seekor tikus dan tumbuh dan hidup dari rumput yang ditebas kemudian membusuk di perairan tak mengalir. Kemudian, belatung dapat hidup dan berkembang diatas sekerat daging. Manusia yang meletakkan dasar pemikiran seperti ini sudah pasti telah ditutupi oleh pandangan yang sempit tentang kehidupan. Eksperimen yang dilakukannya—sehingga melahirkan komunisme—terlalu mengada-ada. Tidakkah pernah terpikirkan oleh Darwin, darimana dia lahir dan darimana ibu yang melahirkannya. Seekor Darwin tidak pernah mempertanyakan darimana dia terbentuk, darimana dirinya hidup—dari buaian hingga bangkotan—tidak kah pernah terpikirkan oleh Darwin seperti ini? Karena Darwin hanya memandang kehidupan dari satu mata saja, dan sisi mata yang lain tidak dibukanya lebar-lebar. Hal ini pun sama dengan seorang Muslim—disebelah mata—yang mengaku Islam tapi tidak pernah mengindahkan Syari'at Islam sebagai pandangan hidup—disebelah matanya—lagi.

liberte.. liberte...


Kebebasan letaknya bukan --mutlak-- apa yang ada di dalam pikiran manusia...

Kebebasan terletak pada fitrah yang telah digariskan oleh sang Pencipta...

Walhasil, kebebasan bukanlah manusia yang menciptakan...

Tuhanlah yang menciptakan kebebasan...

Pembebasan dari dosa dan kekotoran serta segala bentuk kejahatan di muka bumi...

Menuju kehormatan dan keagungan hidup yang --sejatinya-- dicita-citakan manusia!


Terkadang arti kebebasan untuk sebagian kalangan—khususnya—liberal (Islam) sering memberikan definisi ’vulgar’—bahwa kebebasan adalah berpikir secara ’bebas dan apa adanya’ dalam menafsirkan kalam sang Pencipta. Bahwa ketelanjangan merupakan hal yang biasa dan wajar, Topi Miring dan sejenisnya adalah kewajaran—sesuai kondisi tertentu—bahwa semua agama itu sama, tidak boleh ada yang mengklaim sebagai kebenaran—truth claim—maka tidak fair jika hanya membenarkan satu-satunya kebenaran. Secara garis besar, kebebasan menurut mereka—sekali lagi—adalah merupakan sesuatu yang dapat mengantarkan manusia keluar dari kejumudan berpikir, keluar dari keterpurukan logika dan kelemahan spiritual dan mengembalikan sikap budaya mengkritisi yang selama ini dianggap tabu walaupun di wilayah fundamen sekalipun, mereka mengajak manusia untuk berpikir maju dan realistis memandang sebuah permasalahan, ’niat baik’ yang ingin disampaikan—sekali lagi—oleh mereka adalah memberikan sebuah wacana yang berbeda dari yang sudah ada, dalam hal ini mereka ’menembak’ sesuatu yang sudah tidak dipermasalahkan lagi—oleh mereka—dipermasalahkan kembali.

Mungkin terlalu banyak literatur-literatur, baik itu opini atau tulisan-tulisan diberbagai buku-buku, majalah dan lain-lain yang membahas dan mengkaji serta meneliti fenomena seperti ini yang pada intinya telah membuat predikat kepada mereka ibarat ’duri dalam daging’ dan untuk membahasnya lebih lanjut, seperti bukan di space ini. Ini jelas telah menggambarkan bagaimana majemuknya insan yang bernama manusia, bagaimana otak satu dengan otak yang lain saling berbeda pendapat. Apa lacur jika semua manusia di dunia ini menjadi seorang petani? Menjadi seorang pilot pesawat? Menjadi tukang es? Menjadi tukang pemecah batu? Atau menjadi eksekutif muda menjinjing tas kulit hitam, merokok seperti asap putih kereta api yang ditarik oleh masinis atau dengan gedung pencakar langitnya yang menjulang hingga menembus awan, maka kita tidak dapat membayangkan tidak akan ada yang memasak di dapur, tidak ada yang menggendong bayi, tidak ada yang membelah kayu, menyepak bola, memancing ikan, membaca koran, mengetik lamaran kerja, marathon di taman kota, mendengkur di kursi reot atau mencium jidat kamu yang berminyak... muuach.

Bagaimana nasib tahanan yang mendekam dalam penjara? Bagaimana keringat para kuli bangunan yang diperas keringat oleh mandor-mandor? Ternyata kebebasan diartikan oleh mereka sebagai salah satu—alat—penjajahan terhadap kebebasan yang dimiliki oleh orang lain, dengan kebebasan tersebut—yang ada pada dengannya, dia dapat merampas kebebasan yang dimiliki orang lain—selama—orang tersebut tidak berdaya terhadap kebebasannya sendiri. Bagaimana nasib para penerima utang? Ternyata kebebasan diartikan oleh mereka sebagai salah satu—alat—yang dapat memberikan teror demi teror, kebebasan yang dimilikinya terbelenggu oleh keterikatan yang sekilas terlihat semu, padahal keterikatan semu ini berdampak besar bagi kehidupannya, materi memegang peranan sangat urgen bahkan menjadikannya kompleksitas masalah yang mengakar, kebebasan dirampas oleh pihak yang memberikan utang kepadanya, yang walaupun sifatnya temporal belaka tapi menjerumuskan penghutang ini untuk mengakhiri hidup!—bunuh diri. Mungkin banyak sekali kebebasan yang bisa dijabarkan di sini, tergantung kamu memandang kebebasan itu seperti apa.

Secara fundamen dan faktual, kebebasan memiliki kriteria-kriteria yang dapat dilihat secara umum, hal ini dapat memberikan gambaran kepada kamu, bagaimana kebebasan yang dimaksud ini dapat memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia atau sebaliknya, setidaknya dapat kita tarik 3 macam kebebasan yang dimaksud, antara lain:

Kebebasan Mutlak (Absolutisme)

Kebebasan mutlak meniscayakan, bahwa kebebasan yang menjadikan penggeraknya adalah kebebasan yang bersumber dari hati nurani pribadi individu. Kebebasan ini merupakan hasil olah pikir dan kajian-kajian serius orang-orang yang ada sebelumnya. Secara garis besar kebebasan ini digambarkan oleh paham yang memberikan kebebasan kepada penganutnya untuk berpikir secara bebas (seluas-luasnya)—tanpa hambatan—dan terkadang tidak mengindahkan norma-norma hak asasi manusia seperti yang diusung oleh Amerika cs, kebebasan mutlak ini seperti digambarkan oleh paham komunis beserta turunannya—anarkis, sosialis, makar, darwinis, leninis, fasisme dan juga radikal. Terkadang kebebasan mutlak ini digambarkan seperti binatang buas yang siap menikam siapa saja yang ada di depan batang hidungnya, entah itu kerbau, kambing, kancil, domba atau kamu yang lagi e’e di sungai Martapura. Kebebasan mutlak seperti ini sangat tidak mentolerir berbagai sanggahan atau pun kritikan yang berasal dari samping, belakang bahkan atasannya, maka tidak heran jika Hitler selalu menyikat habis bawahannya yang membangkang. Jika dilihat lebih mendalam, kebebasan mutlak ini memberikan revolusi berpikir manusia ke arah yang lebih ekstrim, lebih berbahaya dan tidak terkendali. Memberikan kebebasan yang tidak berbatas, memberikan keleluasaan berpikir secara tidak terpatok pada nash-nash yang telah ditasbihkan oleh agama, maka tidak salah jika kebebasan ini mengantarkan penganutnya sebagai anti akan keberadaan Tuhan—atheis.1)

Selama 10 dasawarsa, komunis hidup di dunia, dan selama itu pula berbagai keblingsatan yang namanya komunis telah menorehkan tinta darahnya dipanggung peradaban manusia. Komunis menciptakan manusia yang bernama Hitler begitu berpegang teguh terhadap prinsip sosialisme, bahwa jenis manusia yang dapat membawa kemajuan peradaban manusia adalah ras Arya. Turunan Darwinis ini meramalkan bahwa manusia dapat berevolusi kembali ke arah yang lebih baik, dengan cara membumi hanguskan ras-ras manusia di luar ras Arya. Tapi, apa yang diklaim oleh Hitler tidak saja bangsa Arya, ternyata Komunis dapat hidup di Kuba dengan ras Meksikoloid melalui buah pikiran Che Guevara, China dengan ras Mongoloid melalui dedengkotnya Mao Tse Tung (buruh imigran) atau dengan Indonesia dengan ras Melayu-nya lewat tangan dingin DN. Aidit (bawah tanah tradisional) dan masih banyak lagi bahkan kalau sangat mungkin jepang memiliki ras Ainu-nya, ras Negroid-nya Afrika, bisa jadi di belahan Antartika dan ini jelas merupakan bentuk pendangkalan dan inkonsisten ideologi. Komunis hanya merupakan persalinan lokal dan temporal belaka. Kelahirannya tidak memiliki jalan lahir yang jelas dan terkesan mengada-ada.

Komunis berusaha agar manusia dapat keluar dari kungkungan doktrinisasi dan dogma agama. Dogma yang dianggap selalu dianggap penjara berpikir, mengekang sikap dalam bertindak serta tidak adanya ruang berpijak bagi ide-ide manusia lainnya. Komunis tidak mengenal kompromi, tidak mengenal adanya sikap moderat yang biasa digambarkan Amerika melalui kompradornya.

Kebebasan Relatif (Nisbi/bahkan Absurd)

Kebebasan ini meniscayakan adanya pertautan antara kebebasan mutlak dengan kebebasan yang ingin dipadu padankan (relatif), dengan mengambil sedikit-sedikit. Jika boleh digambarkan dengan dua lingkaran penuh, maka dua lingkaran penuh tersebut saling memotong antara kedua sisinya, sehingga memberikan hasil gambar arsir yang menyebabkan bentuk yang lain lagi di tengahnya—oval lancip. Ini seperti digambarkan oleh pertautan antara kapitalis dan Islam, keduanya memiliki kepentingan yang mendasar, baik secara ideolog juga secara praktis. Ini mengindikasikan bahwa kebebasan relatif tidak mendasarkan pada kaidah-kaidah yang dimiliki oleh paham-paham tertentu. Contohnya kapitalisme, merupakan paham yang mengajarkan seseorang untuk selalu hidup mencari keuntungan seluas-luasnya, sedang Islam menitik beratkan adanya keseimbangan dunia dan akhirat. Jika pertautan ini diadakan, maka akan muncul adanya sikap jalan tengah, moderat/kompromi, asal bapak senang, atau asal bapak bisa ngakak!!, sampai keluar sembelit. Jika semula sikap relatif yang dikedepankan maka mana-mana yang dianggapnya membawa keuntungan sepihak, dan selama itu tidak merugikan—bagi dirinya—apapun akan dinilai sebagai manfaat yang membawa kedamaian. 

Jalan tengah adalah istilah asing yang bersumber dari Barat dengan ideologi kapitalismenya. Sebab, ideologi inilah yang telah membangun aqidahnya atas dasar jalan tengah, sebagai suatu kompromi yang lahir akibat pertarungan berdarah antara gereja dan para raja yang mengikutinya di satu pihak, dengan para pemikir dan filosof Barat di pihak lain. Pihak pertama memandang agama Kristen adalah agama yang layak untuk mengatur seluruh urusan kehidupan. Sementara pihak kedua memandang bahwa agama Kristen tidak layak untuk itu --karena Kristen dianggap penyebab kehinaan dan ketertinggalan-- dan bahwa akal manusialah yang mampu menciptakan peraturan yang layak untuk mengatur segala urusan kehidupan. Setelah pertarungan yang sengit antara dua pihak ini, mereka menyepakati suatu jalan tengah, yaitu mengakui eksistensi agama sebagai interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi agama tidak diberi hak turut campur dalam kehidupan dan harus menyerahkan pengaturan urusan kehidupan kepada manusia. Kemudian mereka menjadikan ide pemisahan agama dari kehidupan sebagai aqidah bagi ideologi mereka, yang darinya terlahir sistem kapitalisme.2)

Sekali lagi, kebebasan nisbi menitik beratkan pada ’kemanfaatan sepihak’, jadi bukan hanya Islam yang dijadikan sasaran ’empuk’ oleh kebebasan relatif ini, tapi bisa juga paham-paham yang lain --yang intinya-- membawa manfaat yang berarti. Kita bisa melihat standar ganda yang dipakai oleh negara Amerika Serikat, demokrasi merupakan alat penjajahan berpikir terhadap negara-negara lain. demokrasi yang selama ini di kampanyekan tidak lain hanya untuk memberikan keleluasaan bagi kepentingan Amerika Serikat itu sendiri. Ketika wacana mengenai porno-grafi dan porno-aksi menjadi permasalahan, AS seperti mengeluarkan statemennya yang bertolak belakang dengan demokrasi, namun ketika masyarakat menolak pasar bebas --alat penjajahan AS-- seketika AS menuduh ‘oknum-oknum’ yang berkoar-koar dibelakangnya dituduh fundamentalis, anarkis dan melanggar HAM. Amerika menggunakan berbagai cara agar free market-nya dapat didatangi dan dibeli oleh negara maju lainnya—bahkan—oleh dunia ketiga. 

Kesaksian sejarah menunjukkan bahwa munculnya konflik sosial selalu dilatarbelakangi oleh pelanggaran HAM, sehingga kemudian muncul usaha untuk melahirkan berbagai dokumen atau formulasi tentang perlindungan Hak Asasi Manusia seperti Magna Charta (1215) di Inggris. Sejarah memberi petunjuk dokumen Hak Asasi Manusia juga pernah diformulasikan dalam masyarakat Madinah (600 tahun sebelum Magna Charta) yang dinamai Piagam Madinah yang mengatur hubungan antar masyarakat yang sangat majemuk baik dari segi asal keturunan, budaya maupun agama yang dianut. Piagam itu mengikat masyarakat dengan nilai kemanusiaan yang berorientasi pada pencapaian cita-cita bersama.
Hak Asasi Manusia menyangkut eksistensi, martabat dan kehidupan dalam masyarakat. Hak Asasi Manusia merupakan konstitusi kehidupan manusia untuk dapat berinteraksi sesama manusia dan lingkungannya secara beradab. Masyarakat dan negara tidak akan bernilai dan berkembang tanpa mengakui, menghargai, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Barangsiapa tidak mengakui Hak Asasi Manusia berarti mengingkari dirinya. Dengan demikian, permasalahan dan penegakan Hak Asasi Manusia akan selalu menggejala dalam setiap kehidupan masyarakat dan negara.

Korelasi antara pelecehan Hak Asasi Manusia dengan timbulnya chaos atau kemarahan massa juga terlihat antara lain pada Glorius Revolution3) di Inggris tahun 1688 yang menelurkan pengakuan terhadap hak-hak rakyat dan anggota parlemen, juga revolusi kemerdekaan di Amerika Serikat tahun 1776, begitu pula revolusi Perancis tahun 1789. Lebih lanjut dapat terlihat juga dalam revolusi dunia yaitu Perang Dunia I dan Perang Dunia II tahun 1945 yang menelorkan kesepakatan hak-hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights yang terdiri dari 30 pasal di Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948.
Revolusi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 pada hakekatnya merupakan puncak perlawanan terhadap penindasan hak asasi oleh penjajah kolonial Belanda dan fascis Jepang. Pengalaman pahit bangsa Indonesia diperkosa hak asasinya oleh kaum penjajah dilukiskan dengan tinta emas oleh pendiri Republik tercinta ini dalam hak segala bangsa, dan pernyataan penghargaan terhadap peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Jadi, sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia menunjukkan fakta-fakta bahwa munculnya revolusi sosial dan gejolak menentang dominasi negara terhadap negara lain serta gejolak sosial menentang kekuasaan yang tak terbatas atau perkosaan Hak Asasi Manusia dalam suatu negara merupakan pengejawantahan hati nurani kemanusaan untuk hidup secara bermartabat. Pada gilirannya, hasil perjuangan tersebut memerlukan jaminan bersama sehingga perlu dituangkan dalam formula piagam pernyataan, dalam konstitusi negara, undang-undang maupun peraturan lainnya, sesuai dengan luas jangkauan kebutuhan pengaturan dan relevansi sosialnya. Karena tanpa adanya jaminan pernyataan tertulis, ada kecenderungan untuk selalu terjadi pelanggaran-pelanggaran komitmen Hak Asasi Manusia. Dalam konstelasi ini terlihat adanya hubungan korelasional antara tegaknya Hak Asasi Manusia, hukum, keadilan dan demokrasi.4)

Kompleksitas Hak Asasi Manusia memang tidak ada habis-habisnya hingga menciptakan chaos yang tiada berkesudahan --reformasi dan sesekali revolusi, ini memperlihatkan bahwa kebebasan relatif yang diusung oleh kapitalisme-sekuler merupakan kebebasan yang –sekilas-- memperhatikan ‘nasib’ kemanusiaan bahkan indah dilihat namun sejatinya merusak dan menimbulkan pertentangan batin antar individu, selalu haus dan tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Hak-hak Asasi Manusia yang sejatinya menjadikan manusia dapat menjalankan kodrat sejalan dengan rel kereta Tuhan, kebebasan relatif ini justru menjerumuskan manusia ke dalam kebebasan yang dibuatnya sendiri, karena nisbi dan terlihat sangat absurd sekali. Kebebasan ini bahkan lebih buas dari kebebasan mutlak, mengapa? Karena kebebasan relatif dapat bermain secara soft power atau hard power—tergantung lawan mainnya siapa—kalau lawan mainnya adalah berkedaulatan Tuhan—khilafah, niscaya tidak dapat menandingi. Ketika berhadapan dengan Afghanistan, Irak, Vietnam, Uzbekistan, Kazakhstan dan lain-lain dengan nasionalismenya, Amerika Serikat seolah-olah memainkan permainan keras—hard power—persis mahasiswa bermain hitung-hitungan dengan anak TK, karena negeri Islam terkotak-kotak, di kavling oleh Amerika, namun ketika berhadapan dengan negara-negara yang moderat dan membebek dengan kemauannya—AS—mereka memainkan sepak terjang yang terkontrol—soft power—ini bisa kita lihat di negara Indonesia. Negeri subur kaya akan sumberdaya alamnya—gemah ripah loh jinawi—merupakan negara yang mempunyai standar politik bebas aktif—non blok—tidak memihak blok manapun, namun ketika dihadapkan oleh berbagai menu-menu yang ditawarkan oleh Barat—ADB, IMF, World Bank, CIA, Resolusi PBB dan lain-lain—Indonesia menjadi negara moderat yang arif lagi bijaksana, huehehe... monggoh mas!

Pengaruh prinsip jalan tengah yang menjadi landasan aqidah mereka ini, akhirnya menjadi ciri menonjol dalam setiap hukum atau perilaku penganut ideologi kapitalisme, terutama dalam masalah-masalah politik. Dalam masalah Palestina, misalnya, kaum muslimin menuntut agar seluruh bumi Palestina menjadi negeri mereka. Pada saat yang sama, pihak Yahudi mengklaim Palestina sebagai tanah yang dijanjikan Allah bagi mereka, sehingga semuanya adalah milik mereka. Negara-negara Barat yang kapitalis pun kemudian menyodorkan suatu solusi pada tahun 1948, yaitu rencana pembagian tanah untuk mendirikan dua negara di Palestina, satu untuk Arab, dan satu lagi untuk Yahudi. Pemecahan jalan tengah ini nampak jelas dalam berbagai masalah internasional yang dikendalikan oleh negara-negara kapitalis, seperti masalah Kashmir, Cyprus, Bosnia, dan sebagainya. Lalu apa yang pantas untuk manusia pengadu domba?!

Kebebasan Tuhan

Disini, Tuhanlah yang memiliki kendali dan kebebasan/kedaulatan. Tuhanlah yang menentukan nasib dan ajal manusia. Tuhan berhak membuat peraturan. Tuhanlah yang memberikan materi, kekuasaan, jabatan bahkan miskin papa kepada manusia. Tuhanlah yang memberikan kamu tangan, kaki, tubuh, mata, hidung. Tuhanlah yang memiliki seluruh alam semesta, melalui Tuhanlah manusia dapat hidup di muka bumi dengan limpahan kasih sayangnya, dengan seluruh curahan nikmat yang diberikan-Nya, maka Tuhan berhak memiliki hak-Nya, hak preogatif-Nya pada manusia, manusia hanya diberikan jalan dan petunjuk kebebasan yang telah digariskan-Nya, oleh karena itu manusia tidak dapat lalai apalagi berhak mengklaim bahwa kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepadanya merupakan kebebasan yang bersumber dari dirinya secara mutlak. Manusia tidak dapat hidup dan berkarya tanpa ketentuan Tuhan, manusia tidak dapat peroleh kebebasan sebelum kebebasan yang dikehendaki Tuhan atas dirinya dapat memberikan manusia terbebas dari jeratan dunia dan seisinya. 

Maka disini, kebebasan Tuhan tidak bermaksud menikam manusia dari belakang atau membedeng manusia dari depan, justru bermaksud hendak menyelamatkan manusia dari ketidakniscayaan serta ketidakmenentuan produk-produk manusia itu sendiri. Manusia tidak memiliki jalan lahirnya sendiri. Manusia tidak memiliki kitab kehidupannya sendiri. Manusia tidak memiliki peta kompas yang dapat mengantarkannya ke dalam kehidupan yang lebih baik. Manusia tidak berhak atas kematiannya sendiri. Manusia tidak berhak atas dirinya, bagaimana bentuk wajahnya, bagaimana panjang kakinya, berapa panjang hidungnya dan manusia tidak dapat menentukan kapan ajal akan menjemputnya. Ketidakmengertian ini hanya Tuhan yang dapat memecahkannya, hanya Tuhanlah yang berhak mengklaim kapan ajal manusia, jin, dan segala kehidupan di alam semesta, dalam hal ini tidak ada satu pun makhluk yang berhak mengaca pada dirinya sendiri dan mengatakan bahwa “Aku hidup mengabadi!” tiada sesuatu makhluk pun yang dapat mengatakan bahwa “Aku akan hidup sejahtera!” walaupun manusia saling bahu membahu memberikan bantuannya kepada manusia yang lain guna menangkis dan membredel segala takdir dan ketentuan yang telah dinisbatkan Tuhan, yang telah ditentukan oleh Tuhan—secara fundamental! Tuhan tidak akan mencederai manusia bahkan Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang begitu berat sehingga manusia tidak dapat memikulnya. Manusia hanya mengikuti sunnatullah, manusia hanya diberikan jatah berpikir, berjalan, mengembangkan, mengeksplorasi, eksploitasi dan segala sesuatunya sesuai tuntunan dan batasan yang telah digariskan Tuhan. 

Kebebasan disini bukanlah tanpa sebuah alasan yang tidak jelas atau mengada-ada. Alasan disini sudah terlampau jelas dan detail, kebebasan yang bersumber dari sang Pencipta alam semesta. Tentunya Tuhan telah memiliki segudang, bahkan se-trilliun --tak terhitung-- rencana terhadap kehidupan manusia di dunia, ini telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Melalui kalamnya, Tuhan hendak menyampaikan bahwa --kebebasan manusia-- hanya akan didapatkan jika diberikannya suatu jalan lurus tanpa hambatan dan diberikannya lampu penerangan yang baik bagi manusia, sehingga dengan jalan lurus, dan sinar cahaya lampu itu manusia dapat mengikuti dan menelusuri menggunakan akal dan perasaan yang menjadikan manusia itu dapat terbebas dari belenggu-belenggu dunia. Baik belenggu materi, belenggu dunia, bahkan dari belenggu manusia itu sendiri—termasuk belenggu Hak Azasi Manusia. Melalui ’pembebasan’ Tuhan-lah, manusia dapat menjalani kehidupan ini dengan gerakan terarah dan terencana, seperti roda pedati yang berjalan naik turun, gerakan tersebut memberikan ruang dan peluang terhadap makhluk yang lain—tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, angin, air dan lain-lain—untuk bersama-sama menjalankan garis dan roda kebebasan yang telah dimaksud Tuhan. Kebebasan Tuhan diberikan oleh Tuhan kepada manusia dalam rangka memberikan keselamatan dan keagungan terhadap manusia itu sendiri. 

Mengapa kebebasan Tuhan? Pertama, Tuhan bersifat absolut atau tunggal/esa, artinya Tuhan tidak ada yang dapat menyamai, tidak ada yang dapat membuat bentuk bahkan zatnya sekalipun, ringkasnya Tuhan merupakan sesuatu yang tidak dapat terindera oleh panca indera manusia --disthink-- sesuatu yang sudah sewajarnya jika manusia bergantung kepada-Nya. Tidak beranak dan diperanakan, tidak tidur dan lekas ngantuk seperti kamu. Logis dan tidak perlu diperdebatkan lagi, hal ini menandakan agar manusia dapat bersandar dan bersimpuh sujud kepada zat yang Maha Dahsyat, maha segala-galanya, tak tertandingi, memiliki kekuatan yang Maha Dahsyat, tiada duanya di dunia bahkan kalau kamu cari di balik dipan tidurmu sendiri, tidak ada! Akhir kata, tidak yang dapat berbuat sesuatu apa pun sebelum keputusan-Nya turun, jelas! Maka manusia akan terlihat kecil nan papa, tidak memiliki daya apa pun bahkan untuk mengatasi tumbuhnya rambut uban di atas kepalanya sendiri. 

Kedua, Tuhan Maha Mengetahui segala sesuatu di alam semesta, baik yang tersirat maupun yang tersurat, baik yang berada di bathin manusia bahkan di balik tabir gelap pembicaraan para Syetan --jin kafir-- bersama dedengkotnya Iblis di dalam perut bumi. Tidak sesuatu apapun yang dapat luput dari perhatian-Nya, tidak ada secuil atom bahkan kalau pun atom di bagi dua menjadi inti atom, molekul bahkan sampai terkecilnya lagi, semua itu dapat diketahui, karena apa? Karena Tuhanlah yang menciptakannya, wajar. Karena Tuhanlah yang menentukan aral melintangnya, menentukan bagaimana kondisi zat yang akan diciptakan sampai sedetail mungkin. Kalau kamu belajar eksakta atau non eksakta, dari ilmu yang belum pasti dan yang sudah pasti --geografi, sejarah, akuntansi, metodologi penelitian-- dll, dari jaman Paleojavanicus, zamannya mammoth dan capung sebesar pergelangan tangan serta manusia pemecah batu sampai jaman keemasan Islam kedua, dari abjad A sampai Z maka tidak akan ada yang luput, sampai kepada perihal yang tidak diketahui oleh manusia --ghaib-- dapat diketahui oleh Tuhan semesta alam, rentetan sejarah tidak akan pernah lepas dari zat yang Maha Mengetahui, dengan kata lain Tuhan menguasai ruang dan waktu, dari awal dunia belum diciptakan hingga berakhirnya dunia ini, Maha Mengetahui! 

Ketiga, Tuhan bersifat mengabadi --immortal-- sudah tentu sangat jelas, apabila zat yang mengetahui dari awal hingga akhir perjalanan alam semesta, tentunya zat tersebut bersifat abadi. Maka Tuhan adalah zat yang abadi. Jika Fir’aun memfatwakan bahwa dirinya abadi (Tuhan) maka bagaimana bisa ajalnya sampai di Laut Merah? Bagaimana bisa Fir’aun bisa meregang nyawa melepas ruh di dunia? Karena Fir’aun juga manusia, dia tidak bisa memperlambat usia dan waktu serta seluruh perjalanan hidupnya di dunia. Tuhanlah yang abadi, Tuhanlah yang memiliki kemampuan untuk mengakomodasi, memfasilitasi, menghancur leburkan manusia. Bukan para Highlander5) yang selalu menjadi penjagal memenggal kepala klan kaumnya dengan pedang samurai, bukan Dracula yang selalu menghisap darah manusia untuk hidup selama-lamanya. Haha... itu semua bullshit!!

Secara implikasinya hal ini menggambarkan bahwa bukanlah suatu permasalahan yang begitu pelik untuk dipikirkan. Anugerah yang diberikan—sekali lagi—hanya untuk keselamatan dan keagungan manusia itu sendiri, lain tidak. Jadi, jika manusia berusaha mencari kebebasan di luar ketentuan kebebasan yang dimaksud, maka bukan hanya kebebasan yang didapatkan namun—kebablasan. Huahaha... [pemulungsampahjalanan]

Catatan Kaki:

1) Sudah jum’at ketiga kawan saya tidak menyentuh masjid --sholat, namun ia tidak merasakan perubahan yang menyebutkan dirinya kafir, ia masih mengakui Allah-lah Tuhan satu-satunya. Allah-lah jalan satu-satunya keselamatan. Ketika malam sabtu menjerang, ia selalu mengigau; atheis! Atheis!! Atheis!!! Hal ini tidak hanya terjadi sekali, bahkan malam kedua—malam minggu—igauannya masih tetap sama.

2) Booklet Persepsi-persepsi Berbahaya—Hizbut Tahrir.

3) Revolusi Kebangkitan Inggris Raya.

4) Demokrasi menekankan bahwa; Hak Asasi Manusia merupakan suara manusia yang patut di perjuangkan dan di dengar, dan Hak Asasi Manusia yang dimaksud bahwa bagaimana manusia dapat memperjuangkan ‘hak ke-manusiaan-nya’ dan bukan ‘hak dan kewajiban manusia’. Jika tangan, kaki, tubuh boleh angkat bicara, maka mereka akan berkata; ‘engkau pakai untuk apa tanganmu? Kemana hendak kau langkahkan kakimu? Kemana matamu menerawang? Apa yang kau masukkan ke dalam tubuhmu, halal ataukah haram? Jika boleh binatang ambil suara, maka kambing, kerbau, tiung, kadal, kodok, beo, kecoak akan berkata; jangan rusak hutan kami! Jangan sikat jatah makan kami! Jangan musnahkan spesies kami! Jangan rebut hak-hak kami!

5) Di gunung rambutan jurang sangat curam, pagi itu pukul 03.00, bis yang mengangkut 40 penumpang sedang lengang tertidur dan pulas dengan mimpinya masing-masing, supir bis tetap terjaga dengan tanggung jawabnya sebagai abdi masyarakat. Sedang saya hanya bisa terdiam memperhatikan gundukan-gundukan gunung melintang kesana kemari dari kejauhan dibalik jendela. Ah, luar biasa, pagi itu persimpangan Kuaro menuju Tanah Grogot mulai di depan bibir jalan ini. Sedang burung-burung yang terlihat di atas awan biru kelam mulai terbang menampakkan sayapnya, turun dari pelimbasan air gunung menuju dataran tinggi tak bertepi. Riuh kacau suaranya menambah gemersip angin pagi dataran tinggi.

This is your liberation day, liberation from secular and fascism system. Get’s the rules now, and you will freedom—the true freedom!!!

Pembahasan yang lainnya:
Manusia berjalan menggunakan kedua kaki, manusia makan menggunakan tangan kanan, melihat centang perenangnya dunia menggunakan kedua bola mata. Adakalanya manusia terlahir cacat sejak lahir atau bahkan cacat ketika hidup di dunia --karena kecelakaan dll-- tidak ada manusia yang menginginkannya, manusia tidak memiliki daya apa pun untuk menolak apa pun yang diberikan oleh Tuhan --tangan, kaki, mata, hidung dll-- manusia hanya dapat merencanakan perihal kehidupan di masa yang akan datang, selebihnya Tuhanlah yang menentukan. Manusia hanya dapat mengadakan perjenjangan target dan kesempatan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. Maka, manusia tidak dapat menyalahi atau sampai mengingkari apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Manusia tidak bisa menggunakan kedua tangan untuk berjalan, kaki kanan untuk makan atau matanya untuk mendengar suara yang ada di luar atau kamu makan menggunakan telinga --selama-- manusia masih memiliki hal tersebut. Jadi sangat aneh jika ada manusia berusaha mensejajarkan dirinya dengan manusia yang lain --emansipasi-- sangat aneh jika kodratnya sebagai insan yang berbeda digunakan untuk beralih fungsi menjadi kodrat yang lain, menyalahi produk dan petunjuk yang diberikan Tuhan kepadanya. Benar, manusia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, benar, manusia berhak menentukan keyakinannya sendiri, tapi apakah jalan dan keyakinannya itu dapat membuatnya menjadi manusia yang tercerahkan? Menjadi manusia yang memiliki pisau keyakinan yang mumpuni? Apakah dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dunia sekarang ini? Jika tidak, maka untuk apa manusia bersusah payah mencari keyakinan di luar dari keyakinan yang telah sempurna diturunkan oleh begawan suci dasawarsa abad lebih yang lalu? Jangan nanya kalo udah tau..!!! Benar, manusia merupakan makhluk sosial, namun kesosialannya bukan berarti manusia dapat berbuat apa pun terhadap dirinya sendiri, tidak berarti manusia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, mengais dengan jerih payahnya seolah manusialah yang menciptakan kehidupan ini, seolah manusialah yang berhak untuk hidup di dunia ini, bagaimana dengan makhluk yang lain, bagaimana makhluk hidup yang hidup bersinergi dengan makhluk yang bernama manusia --binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk ghaib lainnya. Mereka pun berhak hidup di dunia ini dengan segala ketentuan dan keperluan masing-masing. Jika manusia secara sepihak mengklaim bahwa kehidupan ini diperuntukkan untuk dirinya, maka akan musnahlah dunia, akan kiamatlah alam semesta karena kesombongan dan kepongahan manusia itu sendiri. Segalanya harus seimbang, segalanya haruslah mengadakan olah pikir dan tindakan yang sesuai alam, tidak memberontak terhadap sunnatullah atau bahkan sampai mengingkari, ngerti tidak!!!

demokrasi dan kesejahteraan


Terisaklah gadis cilik, umurnya 6 tahunan mengais-ngais harap kepada ibu yg tengah antri minyak gas yg panjangnya spt ular meliuk-liuk panjang menanti dari shubuh hingga malam hari, air ingus yg meler2 naik turun seperti atraksi bunge jumping, orang2 berjubel-jubel di sana sini seperti pemandangan pd jaman tempo dulu, jaman dimana engkong2 dan nenek2 kita bergiliran seperti sapi perah menunggu kucuran beras, kebutuhan pokok dll ktika jamannya kompeni masih berkuasa, sampai2 seorang kakek rela meregang nyawa hanya gara2 mengharap 5 liter minyak gas penuh di jerigennya, ironis. 

Inilah gambaran masyarakat kita, gambaran dimana Indonesia yg katanya gemah ripah loh jinawi, tongkat kayu bisa jadi tanaman itu, yg kolamnya selalu dipenuhi oleh susu, susu? Susu sapi! Elok nian gambaran Indonesia yg sering kita saksikan di TV-TV, bagaimana meruahnya hasil padi2an, rempah2, buah2an, sayur mayur membanjiri setiap sudut bujur sangkar televisi itu. Pemandangan gunung gemunung menjulang, menjuntai, hijau sejuk sampai disebut paru2 dunia, tempat atmosfir bumi bernafas. Belum lagi potensi perikanannya, yg katanya bisa menghasilkan milyaran ton hasil ikan, yg memiliki ribuan ragam flora dan fauna. Namun, penikmatnya bukanlah anak negeri sendiri.

Hei, apa kamu fikir saya sedang mendramatisir keadaan? Berusaha meraih simpati kamu dgn membuat adegan kolosal seperti sepenggal paragraf di atas. Kalau kalian fikir seperti itu, kalian salah. Justru inilah fakta di indonesia, fakta dimana potensi kekayaan alam bumi kita dgn mudah dirampok, dijajah, dihancur leburkan oleh orang asing, sedang kita hanya diam sembari duduk santai menikmati limbah mereka. 

“Ah itukan masalah kecil!” celetuk seorang kawan yg sedang ‘memancing’ di hidungnya.

“Kecil bagaimana?”

“Jangan dibesar2kan dech...”

“Bagaimana tidak dibesar2kan, kamu saja masih ‘berjualan’ ijazah ke sana kemari!”

“Loch apa hubungannya?”

“Itulah masalahnya... sekarang ini indonesia sedang dikuasai oleh asing, dijajah oleh peradaban barat yg dimotori oleh Amerika, Inggris dll. Nah, berbekal dgn itu, barat saat ini mengadopsi peradaban kapitalisme yg mengandalkan modal di atas segala2nya. Bayangkan, jika PLN mengharap profit, PDAM mengharap profit, & seluruh perusahaan di indonesia ini yg notabene merupakan perusahaan yg diperuntukkan utk rakyat itu mengharap profit?”

“Lantas?” selidiknya

“Maka, rakyat akan membayar mahal, rakyat akan tersiksa oleh beban yg diberikan oleh perusahaan2 tersebut! Imbasnya kemiskinan, kelaparan terjadi di mana2, bukan saja orang yg skg ini sdg miskin2nya yg akan mengalami itu semua, tapi utk jangka panjangnya, utk anak, cucu kita nanti ke depan bagaimana? mau makan apa mereka semua? Dgn begitu saat ini pemerintah sedang gencar berlepas tangan thdp permasalahan2 tersebut, pemerintah spt tidak mau tahu akan kemelut yg sedang dihadapi oleh orang2 miskin, orang yg saat ini sedang mengengadahkan tangannya meminta2 di jalan2... bukankah itu semua karena sistem kapitalis!”

“Kapitalis? Seperti kapitalisme di indonesia adalah kapitalis bermartabat!” 

“Bermartabat embahmu!! Di belahan bumi manapun yg saat ini menerapkan kapitalisme sbg ideologi negaranya, bukannya sejahtera justru menderita akibat diterapkannya kapitalisme, apatah mungkin kapitalisme martabat yg kamu sebutkan itu memberikan kesejahteraan bagi rakyat, nyatanya kesejahteraan masih jauh di depan mata.”

“Apakah demokrasi tdk memberikan kesejahteraan kpd rakyat, krn rakyatlah yg memilih pemimpin yg memiliki visi MENSEJAHTERAKAN RAKYAT? Bukankah itu merupakan bagian dari upaya mensejahterakan rakyat?”

“Brur, kamu tau gak? Bagaimana demokrasi dijalankan? Demokrasi dijalankan bukan karena visinya utk mensejahterakan rakyat, itu hanya dalih agar mereka terpilih, faktanya MENSEJAHTERAKAN RAKYAT bukanlah bagian yg termaktub di dalam visi & misi mereka dlm membentuk serta menjalankan partai, faktanya upaya agar rakyat ini sejahtera masih sangat pragmatis, bagaimana partai2 meraih simpati rakyat dgn menebar kardus mie instan dimana, menebar uang di mana2, membikin kaos, spanduk, baliho dll itu semua utk apa? Ya agar mereka terpilih! Tentu upaya mereka itu semua bukan tanpa pamrih, pamrih tetap mereka harapkan dgn apa? Dgn lobi sini lobi sana mengumpulkan dana agar ‘perjalanan’ partai serta kandidatnya mulus hingga terpilih, ujung2nya dana yg sudah dikeluarkan itu pun bukan tanpa sebab, karena dana sebelumnya yg mereka pakai harus balik lagi ke kantong2 mereka, baik itu individu maupun perusahaan.”

“Apa hubungannya dgn kesejahteraan boss..?”

“Hehe.. pertanyaan kamu ini ngacok, atau pura2 gak tau!? Ya sudah jelaslah, bagaimana sepak terjang elit2 politik kita, kerjanya ‘honey moon’ alias jalan2 yg tdk begitu besar manfaatnya bagi rakyat, ada yg kerjanya sidang terus2an namun hasil yg diharapkan --dari sidang tsb-- hanya sebatas kenaikan gaji pegawai negeri & anggota dewan, ketertiban kota --penggusuran pedagang kaki lima dst--, proses liberalisasi ekonomi --UU PMA, UU Energi, dll--, alih2 mensejahterakan rakyat, justru pembahasan mereka masih jauh dari itu semua!”

“Tapikan kita mesti sabar, mereka kan juga manusia yg punya salah & khilaf.”

“Tapi sampai kapan, sampai kapan rakyat kita menunggu mereka itu semua.. rasanya sudah beberapa tahun ini, dari era reformasi yg katanya merupakan era perombakan besar2an thdp sistem demokrasi, nyatanya tidak menyelesaikan masalah malah reformasi menambah masalah yg bertumpuk2!”

“Sistem demokrasi kan bukan di indonesia saja, di negara lain pun dgn demokrasi rakyatnya bisa sejahtera tanpa harus ribut!”

“Demokrasi itu sistem manipulatif! Sistem yg hanya berdasarkan angka2 & data2 tapi fakta di lapangan berbeda! Bush yg katanya Irak kini menuju demokrasi yg lebih baik, nyatanya rakyatnya lebih memilih hidup di era Saddam Husein daripada pendudukan oleh tentara Bush, sedang Saddam Husein semenjak berkuasa tdk mengambil demokrasi sbg sistem negaranya. Kapitalisme yg melahirkan demokrasi memang memberikan kesempatan yg sama (equality of opportunity) kpd setiap anggota masyarakat. Namun, dlm kenyataannya, ia bersifat diskriminatif bahkan rasis!”

Tulilit... tulilit...

Hp Nokia kawan saya itu berbunyi, dia menarik diri sembari mengacungkan jempolnya ke arah saya...
Beginilah, jika kapitalisme hidup di indonesia, dia senantiasa berusaha meraih simpati rakyat dgn kehalusan budi bahasanya, melalui iming2 dolarnya, melalui seluruh kekuatan yg ada, intinya hanya satu, agar umat Islam di buat bodoh2 hingga akhirnya di binasakan dari muka bumi ini.

Minggu, 17 Mei 2009

berfikir relatif apakah harus memvonis seseorang muslim sbg islam liberal?


Di dalam menjalani peran di dunia, setidak saya mendapat dua hal penting. Pertama, manusia memang bisa berfikir relatif, tapi kerelatifannya hanya berkutat seputar kelemahannya dalam berfikir. Jika seseorang berfikir “aku ingin kaya!” tapi dilain keadaan ada orang yg menikmati kemiskinannya (tidak menginginkan harta benda pun). Ini adalah relatif, ini adalah keadaan yg tidak mengkondisikan dimana dia dapat berfikir apa pun selain dia bisa berfikir bahwa “aku ingin seperti ini!”, “aku ingin seperti itu!” dan lain sebagainya, ini wajar dan kita tidak bisa mengintervensi apa pun ke dalam keinginannya.

Distorsi sering terjadi jika, keadaan yg mengkondisikan cara berfikirnya itu membuat dia secara terpaksa utk memilih atau dipaksa utk tidak memilih apa pun. Contohnya, ketika kapitalisme global sudah di depan mata, berbagai hidangan dunia pun silih berganti tampil di layar televisi & lingkungan dimana dia tinggal. Di televisi pun menghidangkan beraneka ragam jenis kenikmatan dunia yg menggebu-gebu, kemolekan tubuh wanita, kelezatan makanan kuliner, ketampanan & kecantikan manusia (kulit putih mulus atau sixpack body yg membuat mata wanita & pria berhasrat utk mendapatkannya), kemewahan dan kemegahan property yg ditawarkan, karena itu kondisi ini bisa kita sebut keadaan normatif, setiap orang menginginkannya (hanya orang dungu & bodoh yg berdiam diri jika ditawarkan gratis untuk mendapatkannya). 

Tapi, hal ini tidak serta merta menjadi keadaan mutlak bagi orang yg memiliki pisau analisis tajam terhadap hakikat kehidupan dunia. Bagi seorang ulama wara’ keadaan seperti tertulis di atas adalah sebuah fatamorgana yg jika diraih akan mengubah seseorang menjadi proses berfikir materialistis, dalam bahasanya ‘mengejar dunia’. Namun, adakalanya ulama wara’ pun memilikinya tapi letaknya tidaklah dihati namun cukup di tangan, di kaki dan melekat di permukaan kulit saja.

Berfikir relatif belum tentu menjurus seseorang untuk berfikiran ala liberal. Seseorang dikatakan liberal jika, (1) berani mendekonstruksi bangunan akidah (tauhid) di dalam islam, (2) berani melawan fatwa ulama bahkan mempertentangkan argumentasi lemah (dhaif) dengan argumentasi yg jelas-jelas shahih, (3) berusaha dgn sekuat pemikiran & tenaganya agar proses liberalisasi thdp orang muslim berjalan dgn baik, bahkan dia rela menjadi tameng terdepan dalam membela liberalisasi, (4) berjalan seiring dengan pemahaman di luar islam (yahudi & nasrani), (5) berfikiran dinamis, menyesuaikan ayat sesuai dengan keadaan bukannya menyesuaikan keadaan dengan ayat (terkondisikan dgn keadaan).

Jadi, vonis terhadap seseorang berfikir relatif belum tentu ia berfikir liberal. Relatif & liberal memang tampak sinonim, tapi jika ditelisik lebih jauh sangat anonim. Relatif memang lekat dgn kelabilan berfikir dan cara berfikir seperti ini memang centang perenang & tidak tetap dengan keadaan (dinamis). Sedang liberal, pd prinsipnya adalah menyerang islam, walaupun kata liberal bisa dikonotasikan dalam arti bebas, tapi jika menyangkut islam ia merupakan turunan dari sekularisme yg memisahkan agama dgn kehidupan. 

Maka dari itu --saya-- jika dihadapkan oleh orang yg berfikiran relatif, saya tidak serta merta memvonis dirinya penganut islam liberal, karena relatif atau tidaknya seseorang itu ditentukan dari kuat dan tidaknya cara dia berfikir. Yg fatal adalah cara2 orang islam liberal yg sering mendeskreditkan orang islam yg benar2 hanif (lurus) sebagai orang yg malas berfikir, ini jelas tuduhan keliru. Orang islam yg benar2 hanif justru menggunakan cara berfikirnya untuk memahami hakikat penjelasan Allah di dalam alQuran dan asSunnah. Berbeda dgn cara2 orang islam liberal yg semaunya (malas berfikir atau berfikir sesuai selera hawa nafsunya dikarenakan malas berfikir) memahami hakikat penjelasan apa yg termaktub di dalam alQuran dan asSunnah. 

Lantas siapa sebenarnya yg malas berfikir? Jika dibalik ke keadaan semula, relatif sebenarnya bukan saja melanda orang2 islam. Tapi banyak di anut oleh orang2 kristen, budha, hindu dan agama2 besar lainnya, bahkan oleh orang atheis sekalipun. Relatif dalam kacamata saya adalah suatu pandangan hidup yg serba lemah, baik dipandang oleh sudut kehidupan, ekonomi juga akhirat (ghaib).

Maka dari itu, saya sangat menyarankan kepada pembaca terhormat semuanya. Jika ada orang di sampingmu mengatakan;

“Ah, ngapain sholat! Capek!!! Mending sholat dalam hati!”

Mari kita pelajari dulu jalan berfikirnya sebelum memvonis dirinya liberal, kafir dan lain sebagainya. Tanyakan dulu dari mana dirinya berasal. Jika dia menjawab;

“Saya dari keluarga yg broken home! Orang tua saya tidak peduli!”

Maka kawan2 haruslah merangkulnya dgn baik seraya mengatakan;

“Baik, orang tuamu memang salah, tapi apakah kesalahan mereka harus jatuh ke nasibmu?”

“Ah, tidak! Tidak!!”

“Maka dari itu, jangan menyalahkan sholat, sholat tidak bersalah terhadap siapa pun, sholat justru memberikan jalan keluar terbaik dari seluruh permasalahan manusia...”

“Ah, kamu Aa Gym ya?”

“Saya manusia seperti kamu, sekarang kita adalah sahabat. Tidak ada yg dapat memvonis sesat thdp siapa pun selama dirinya masih berpegang terhadap agama khususnya sholat!”

“Hei, sholat dua bahasa itu kan sholat juga, kenapa dikatakan sesat!”

“Baik kawanku, sholat dua bahasa memang sesat. Ini bisa kita lihat dari cara sholat mereka. Tata cara sholat yg diturunkan oleh kanjeng Nabi Muhammad Saw menggunakan satu bahasa pemersatu yaitu bahasa arab, otomatis jika mereka konsisten dgn prinsip ahlulsunnah wal jama’ahnya, seharusnya mencontoh apa yg dilakukan oleh kanjeng Nabi kita yaitu Nabiyullah Rasulullah Muhammad Saw.”

“Tapi mereka mengatakan dgn dua bahasa, perasaan mereka merasa tentram dan sentosa setelah melakukannya, karena apa yg selama ini kita lakukan dgn bahasa arab setelah di translate menjadi bahasa indonesia, mereka paham & mengamini gitu loch...”

“Orang berzina pun demikian, mereka melakukan dgn tentram dan sentosa, bahkan menikmati loh...”

“Oh ya..?”

“Yaa...”

“Kalo begitu sholat memang susah ya...”

“Kalo bagi yg belum paham memang benar...”

Hal penting kedua yg saya dapatkan adalah ketika, apa yg selama ini saya sembunyikan akhirnya terbongkar, memang benar... bangkai kalo disimpan akan ketahuan juga baunya. Saya mengalami itu dan pengalaman itu pun tidak akan saya lupakan seumur hidup. Karena menyangkut masa depan dan kelanjutan kehidupan saya dgn pendamping hidup saya.

Ya Allah jikalau engkau melakukan sesuatu terhadap hamba, maka lakukanlah. Hamba yakin, perlakuan-Mu adalah berkah dan ujian bagi hamba & jika engkau menunda sesuatu, hamba yakin balasanmu lebih adil hamba jalani... Amiiin. 

kontra produktif (2)


Di edisi pertama pembahasan kontra produktif yg lalu, kita telah membicarakan mengenai pertentangan antara kata liberalisme dengan keadilan, yg mana telah di paparkan terdahulu bahwa, keadilan sangat bertolak belakang dgn kata liberalisme. Mengapa? Karena liberalisme mengajarkan bahwa setiap pandangan tentang kehidupan harus bebas terhadap nilai, baik itu nilai agama atau pun nilai-nilai yg dibuat oleh masyarakat --manusia yg mengidamkan keadilan & kebenaran. 

Sedang keadilan, memandang bahwa kehidupan ini haruslah selaras dan seimbang, tidak boleh ada yg timpang antara satu dengan lainnya, tidak boleh terjadi diskriminasi antara ras kulit putih dengan ras kulit gelap, tidak boleh timbangan di pasar berat salah satu cawannya ini bisa berakibat kerusakan --yg jika tidak adil-- maka manusia akan mengalami kekacauan (chaos) di tengah masyarakat. Juga, jika tidak adil maka masyarakat akan merasakan kehidupan yg sempit dengan tidak diterapkannya hukum atau nilai-nilai serta aturan-aturan yg dibuat oleh kolektif masyarakat itu sendiri. 

Lantas, jika disandingkan dgn kata liberalisme yg menganut bahwa pandangan hidup harus bebas dengan adanya nilai atau aturan atau norma yg dibuat oleh masyarakat, maka posisi keadilan yg diidam-idamkan lenyap begitu saja, maka dari itu makna keadilan seharusnya segera minggat dari sisi liberalisme. Itu sebabnya, antara liberalisme & keadilan tidak pernah dipertemukan, tidak pernah akan bertemu walau sampai kiamat pun! Maka yang harus dilakukan adalah, pilih salah satu, liberalisme dgn bebas nilainya atau keadilan dgn --mau tidak mau-- nilai-nilai yg tidak bebas terhadap hawa nafsu manusia itu sendiri --yg idealnya memenuhi dimensi spiritual.

Di pembahasan kedua ini, kita masih membahas mengenai kerancuan cara berfikir LSM yg berusaha saya ulas pada edisi pertama sebelumnya dimana saya menemukan kata-kata yg sangat menurut saya kontra produktif di dalam implementasinya, simak tulisan di bawah berikut ini.

“…mengusung ide-ide liberalisme, sekularisme dan pluralisme demi mewujudkan masyarakat sejahtera, berkeadilan dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. 
BLOG ini menerima tulisan berupa opini, hasil wawancara, esei, foto, dan berita. 
Semua tulisan yang masuk akan dimuat sepanjang tidak bertentangan dengan NURANI & AKAL SEHAT…”

Kesan yg saya tangkap adalah, sekulerisme dan pluralisme merupakan saudara sekandung dari bapaknya kapitalisme yg di asuh & dibesarkan oleh konsep liberalisme. Maka, akan melahirkan sekulerisme & pluralisme, lantas bagaimanakah dgn konsep pluralitas? Ternyata pluralitas bertolak belakang dgn konsep pluralisme, walaupun kedua konotasi kata ini hampir sama, namun sejatinya keduanya sangat berbeda.

Ini bisa kita lihat dari tambahan –isme yang mana diartikan sebagai paham atau konsep pemikiran sedang –itas menekankan adanya fakta tak terbantahkan, kenyataan yg harus diterima atau apa adanya, sama dgn kata komunal atau bila di padankan dgn –itas menjadi komunitas, maka kata ini adalah fakta tak terbantahkan, dia tidak bisa dihindarkan atau pun di elakkan dgn yg namanya manusia. Ideologitas, intelektualitas, dan masih banyak lagi –itas lainnya. Sedang –isme adalah paham, konsep pemahaman yg mengikuti apa pun di depannya, seperti komunisme, kapitalisme, chauvinisme, nasionalisme, & -isme isme lainnya. 

Jika ada yg mengatakan Islamisme, maka ini anggapan yg menurut saya keliru, sebab, Islam tidak memerlukan suatu konsep pemahaman, Islam tidak memerlukan konsep terbaru utk memahami Islam itu sendirii, sama seperti perkataan, kami mendengar & kami pun menerimanya, itulah konsep surat Al-Ikhlas yg walau pun tidak ada kata ikhlas di dalamnya namun ayat-ayatnya kurang lebih sama menegaskan bahwa Tuhanmu adalah Allah, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan.. dst. 
Karena, Islam adalah paham itu sendiri, Islam hadir membawa pemahaman yg tidak memerlukan pemahaman yg baru lagi, Islam telah tercipta mutlak secara sendiri oleh karena paham itu langsung diturunkan oleh Allah Pencipta Alam Semesta melalui tangan Nabi Besar Muhammad Saw. 

Jika Islam tidak melalui perantara, maka manusia akan kesulitan dalam memahami konsep yg ingin disampaikan oleh Allah kepada hambanya. Melalui Muhammad-lah yg langsung di tatar oleh Allah menjadi wakil atau perwakilan Tuhan itu menjelma menjadi manusia sempurna & oleh karenanyalah jika manusia menginginkan panutan atau rujukan dalam mencari salah & benar, buruk & baik, harus berguru langsung dgn Muhammad sang wakil Allah di dunia.

Melanjutkan perdebatan kedua makhluk yg telah saya ulas pd edisi sebelumnya, berikut kelanjutannya...
“Hei, bagaimana ini? Jika semua agama dipandang benar, maka tidak ada yg salah di antara semua agama di dunia ini?”

“Benar! Dan itulah hebatnya pluralisme, masyarakat bebas memilih atau tidak sepanjang mereka punya nurani dan akal sehat…”

“Bukan itu maksud saya, jika semua agama di pandang benar, seharusnya suatu agama di pandang benar harus ada yg salah! Lalu, mana yg salah jika semua agama benar? Islam benar, Kristen benar, Budha benar, Hindu benar, Yahudi benar, Shinto yg sejatinya agama manusia di anggap benar dan semua kepercayaan-kepercayaan & aliran-aliran yg berkembang di antara masyarakat itu benar, lalu mana yg salah?”

“Yang salah Anda! Mengapa harus menyalahkan salah satu agama!”

“Aduuuhh… maksud saya bukan itu! Parameter atau indikator sesuatu itu dikatakan benar harus ada salah satu yg salah. Jika gelas yg saya pegang ini panas harus ada gelas yg dingin, jika kamu mengerjakan alogaritma matematika rumusnya salah maka harus ada rumus yg benar, jika ada jalan yg salah maka harus melalui jalan yg benar, jadi antara salah dan benar keduanya harus beriringan sejalan dan tidak bisa dipisahkan, begitu pula dgn masalah agama, jika agama yg satu mengajarkan yg salah maka harus ada agama yg membenarkannya, jika kepercayaan atau paham yg di ajarkan oleh seseorang itu salah maka harus ada paham atau kepercayaan yg bersumber dari sumber yg benar!”

“Ah, terlalu pusing aku memikirkannya, yg pasti tidak ada agama yg salah! Coba bayangkan, jika ada agama yg salah, mengapa penganutnya masih saja mengikuti bahkan seolah bersikap fanatik terhadap agamanya sendiri? Jika kamu mengatakan ada agama yg benar, seharusnya agama yg benar tersebut memberikan kebenaran atas kesalahan dari agama yg salah itu.”

“Benar, tapi tidak semudah itu, sebagian kita atau masyarakat kita, sudah tercemari oleh pendapat-pendapat yg justru merugikan penganutnya sendiri…”

“Contohnya..”

“Di dalam trinitasnya agama Kristen, contohnya, konsep ini dipahami oleh kekristenan sendiri setelah di adakan konferensi yg keputusannya menjadikan Isa al-Masih sebagai Tuhan, Maryam sbg Tuhan dan pengantar wahyu Jibril juga sebagai Tuhan. Sejarah mencatat --khususnya perjalanan Nabi Isa al-Masih dlm menyampaikan dakwah kpd umatnya-- tidak ada satu perkataan pun yg keluar dari mulut Nabi Isa al-Masih yg mentasbihkan atau mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Lalu, mengapa setelah sekian abad telah berlalu keputusan yg menurut saya doktrin agamawan Kristen ini tidak pernah di kritisi oleh penganutnya sendiri? Bahkan seolah2 hal yg tabu jika mengungkit ketrinitasan di dalam Kristen?”

“Baik, mengenai trinitas di dalam Kristen memang kita --khususnya orang2 kristen-- tdk pernah terdengar para agamawan kristen berencana mengadakan konferensi kembali utk membatalkan keputusan yg sudah berabad2 telah mengalami doktrinisasi thdp umatnya sendiri. Tapi, yg perlu diingat adalah bukan hanya konsep trinitas di dalam Kristen yg harus dibatalkan, tapi ente jangan lupa hal ini sudah menyangkut kepercayaan orang banyak, ini sudah melanda bukan hanya 1, 2 atau 3 orang saja, tapi sudah bermilyar-milyar orang meyakini bahwa konsep trinitas masih ‘layak’ pakai, dan tidak pantas rasanya dengan sekejap orang mengatakan, konsep trinitas dibatalkan hoiii!!!, oleh siapa? Oleh para pastur-pastur & romo-romo kalian sendiri! Oh ya?!”

“Loh, mengapa tidak? Rasanya tidak ada orang yg menginginkan agama yg bertahun-tahun dianutnya itu tersesat selamanya, dan tidak pernah ada orang yg menginginkan keyakinan yang dipegangnya dalam waktu seketika berubah total 180 derajat, siapa sih yg menginginkan itu semua? Tapi selayaknya pula kita berusaha bersikap bijak terhadap semua hal, termasuk terhadap suatu agama atau kepercayaan dan keyakinan itu sendiri.”

“Bijak seperti apa?”

“Menjadi anak kecil itu mudah, tapi kalo menjadi dewasa itu susahnya minta ampyun! Ente kalo gak mau dibilang anak kecil ya harus berusaha bijak menghadapi masalah, coba kalo anak kecil menghadapi masalah! Larinya malah ke orang tuanya, atau menangis paling banter gak mau makan! Nah, kalo yg namanya dewasa, dibilangin bahwa sesuatu itu salah, otomatis orang tersebut mencari kesalahan terhadap dirinya sendiri seraya mengambil kebenaran di luar kesalahan yg telah dibuatnya sendiri. Jadi begini, walah… susah amir ane ngomong sama ente kaya gini!”

“Memang susah, soalnya saya masih anak ingusan!”

“Oke! Sekarang begini, seandainya di depan hidung kamu ada dua gelas berisi air minera, lalu saya berkata, silakan minum air ini..., terus sikap kamu seperti apa?”

“Ya, yg namanya di tawarin minum air, ya saya minum dong, anak kecil aja tau!!”

“Nah, itu yg membedakan anak kecil (ingusan) seperti kamu dgn saya yg udah dewasa (mulai sombong neh!)”

“Loch, gimana bisa?”

“Yg namanya anak kecil kalo ditawarin minum ya pasti minum! Betul ndak?!”

“Yap!”

“Kalo kita sedikit berfikir dewasa, buat apa sih minum air yg gak jelas asal usulnya, apalagi sama orang yg gak kenal.. hayoo...”

Grasak grusuk...

“Nah, sekarang ente bingung kan?”

Sebuah keyakinan (agama) bisa kita kesankan seperti sebuah barang, jika sebuah barang terlihat mewah dan megah biasanya yg membeli adalah orang2 terkenal dari kalangan jetset terkemuka. Tapi sebaliknya, jika barang terlihat kumal dan kotor maka harga pun jatuh dan para pembelinya pun biasanya orang2 yg memiliki pendapatan sekedarnya utk mencukupi keperluan hidup sehari-hari.

Tapi pernyataan di atas masih bersifat relatif. Barang & agama memang tidak sama, barang ya barang dan agama adalah agama, titik! Nah, sampai disini agama memiliki konsep peribadatan yg berbeda antara agama yg satu dgn yg lain. Jelas, ini merupakan perbedaan yg harus diperbesar, agar penganutnya dapat memilih dan memilah mana agama yg benar2 menuju jalan lurus dan mana agama yg terang dalam kesesatan yg nyata.

Islam memiliki konsep yg cukup sederhana, jika dalam bahasan perkuliahan kita dapat menyimpulkan bahwa agama islam menekankan adanya surga dan neraka. Artinya, manusia dibimbing oleh tuhannya agar mengenal balasan baik dan buruk ketika hidup di dunia. Begitu pula eksistensi manusia di dunia dibarengi oleh sikap hati-hati dan tidak semaunya sendiri (liberal minded?), islam menghubungkan perjalanan manusia dari mulai lahirnya ke dunia hingga tenggelam jasadnya di dalam tanah, dalam bahasa yg sederhananya, darimana manusia berasal, untuk apa manusia di dunia dan mau kemana setelah meninggalnya. 

Konsep islam ini bisa dipahami oleh manusia manapun --sepanjang sadar akan eksistensinya (masih hidup)--, setelah menyadari darimana manusia berasal, untuk apa manusia di dunia dan kemana setelah meninggalnya, maka hal yg terpenting utk dilaksanakan sekarang adalah (yg masih hidup) untuk apa manusia di dunia. Islam dalam membahasnya pun cukup hanya menekankan utk beribadah dan beribadah hingga akhir hayat, yg lain tidak. Bersambung....

Kamis, 07 Mei 2009

menghindar & lari dari masalah


sringkali kita dihadapkan oleh masalah yg sangat pelik utk menyelesaikannya. sringkali pula permasalahan itu hanya akan membuat permasalahan yg baru dan terus berkelanjutan. lagi pula apa boleh buat, selama manusia hidup masalah selalu menjadi menu wajib bagi yg bernyawa ini. walhasil tidak ada satu pun manusia yg tidak memiliki masalah, titik!

nah, sekarang permasalahannya adalah, bagaimana cara menyikapinya. adakalanya manusia memiliki kemampuan menghadapi masalah, namun ada pula manusia yg tidak sanggup menghadapi masalahnya sendiri, ini wajar, ini manusiawi & jangan salahkan ke-manusiawiannya tersebut, sebab bagaimana pun juga manusia memiliki sifat2 penakut, mudah melakukan kesalahan (terlepas dari kesadaran & ketidaksengajaan) walau pun sejatinya manusia ideal haruslah on the track! atau memiliki panduan2 dalam menjalani kehidupan. lain hal dengan manusia yg tidak mampu menghadapi masalahnya sendiri...

saudara2 sekalian yg terhormat, dari titik inilah manusia tersebut seharusnya --menurut orang2-- keluar dari pakem "ketakutan" akan dirinya sendiri selain ketakutan thdp orang lain --sebagai biang masalah yg dihadapi--, maka manusia ini setidaknya harus memiliki dua opsi, yaitu, pertama, menghadapinya --dengan resiko-- masalah tersebut selesai atau tidak selesai sama sekali maka itu sebuah resiko (konsekuensi) yg harus dihadapi, kedua, lari dari masalah atau dgn bahasa lain tidak mampu menghadapi masalahnya sendiri, tentunya opsi yg kedua ini secara otomatis hasil sudah jelas... masalahnya masih ada & tidak akan selesai2...

sungguh demi Allah, demi Tuhan Pencipta Bumi dan Langit, demi Tuhan Penguasa Alam Semesta, DI DALAM KESULITAN (MASALAH) SELALU ADA KEMUDAHAN (PENYELESAIAN --CEPAT ATAU LAMBAT) maka motto inilah yg harus dipegang, kata2 inilah yg harus selalu ditancap ke otak manusia yg ingin menyelesaikan masalahnya.
ya Allah, mudahkanlah urusan hambamu ini, ya Allah mudahkanlah permasalahan hambamu ini, ya Allah berilah petunjuk dan jalan kepada hambamu ... Amieen.

suara tuhan, suara rakyat


sungguh sangat lucu, jika vox populi vox dei masih menjadi kendaraan wajib bagi orang yg ingin meraih kekuasaan, Dalam Islam tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Yang ada adalah sebuah hadis senada yang menyebutkan bahwa 'Tidak mungkin ummatku bersepakat pada kesesatan atau kesalahan' (Sunan Ibn Majah, Hadis Nomor 3940).

kata2 di atas menyeruak tatkala Laksamada Sukardi di acara The Candidat Metrotv News di daulat menjadi pembicara pada acara tersebut. di dalam kumpulan elektrik magnetik otak saya berfikir, apatah seandainya rakyatnya pelacur --secara keseluruhan-- akan melahirkan suara tuhan --sebagai representasi kebulatan suara yg harus diterima-- dalam pandangan demokrasi suara terbanyak sangat menentukan kebijakan, kebijakan di dapat oleh karena rakyat menginginkan kebijakan tersebut dibungkus dalam bungkusan UU/UUD maka jadilah kebijakan tersebut. yg parahnya adalah jalan fikir sepertinya faktanya tidak terjadi di negeri Indonesia yg diklaim oleh lembaga internasional sebagai negara yg paling demokratis, faktanya UU/UUD hanyalah sebagai kedok oleh orang yg menginginkan kekuasaan, UU/UUD dijadikan sebagai kendaraan bagi orang2 yg menginginkan hujan berlimpah dari rakyat, maka apa jadinya jika kondisi seperti ini terus menerus dijalankan??

lantas, dimanakah motto yg katanya suara rakyat suara tuhan? dimana logikanya suara rakyat suara tuhan, sangat tidak masuk di akal saudara2 sekalian yg terhormat semuanya....
maka, pola fikir sperti ini seharusnya di bredel, harus di bacok sampai tembus ke jantungnya, demokrasi tidak seharusnya hidup, demo-krasi laksana agama baru bagi manusia yg masih memiliki agama...

maka yg ingin saya floorkan disini adalah suara rakyat adalah suara binatang, karena sifat manusia --tanpa kacamata syariah-- sejatinya sifat binatang yg tidak memiliki jelagah-jelagah yg menuntun dirinya kepada kebaikan dan kemuliaan yg hakiki. binatang karena memang pada dasarnya manusia tidak memiliki aturan yg baku utk mengatur dirinya sendiri maka diturunkanlah wahyu2 Allah melalui perantara Muhammad --yg dalam proses penurunan wahyu tidak memiliki kemampuan sedikitpun melakukan distorsi-- karena demikianlah tabiat manusia yg bersifat ummi, yg dahulu kala kalangan arab badwi menyebutnya majnun atau gila karena mustahil seorang yg ummi demikian singkat menguasai ilmu2 ghaib, ilmu2 alam semesta, ilmu2 sains modern, ilmu2 dunia dll. dari sinilah manusia mempelajari hakikat bumi dan langit, hakikat hidup dan kematian, hakikat fana dan nyata, hakikat syurga dan neraka, maka janganlah kawan2ku ini bersedih hati...

suara rakyat suara binatang, jelas sekali karena suara rakyat tidak mewakili suara apa pun selain suara individu yg bersifat kolektif, sifat lokal dan internasional --tergantung media yg mempengaruhinya-- maka jangan terprovokasi! jangan termandulkan otak2 kalian! jangan lekas manut dgn kontradiksi seperti ini! 
maka LAWANLAH!!! []

gazeley say


Saya cukup tergelitik dgn tulisan yg saya temukan di website islamlib.com, judulnya Perdamaian Abadi – Palestina.

Gazele say :
kita sering berkata musuh islam, siapa sebenarnya musuh islam. yahudi? kristen?

Arwah Fir’aun:
“Lho, salah! Islam itu musuhnya ketidakadilan, keserakahan, kemunafikan dll, yg anggap mereka musuh siapa? Lha wong mereka sendiri yg jadikan Islam sebagai musuhnya. Logika anda terbalik mas”.

Gazele say :
kita sering menganggap kita yang paling benar, apa yang dilakukan orang non-muslim selalu salah

Arwah Fir’aun:
“Lho bukan yg paling benar tapi yg benar. iya toh, kalo kita ga yakin Islam benar ngapain masuk Islam?. Yang salah dari non-muslim apanya mas? ajarannya nya atawa perbuatannya? Kalo ajaran taurat&injil;[otentik] memang tdk salah tapi Yahudi kan sekarang pake-nya TALMUD. Udah denger belom? Kalo belom baca dulu. Kalo ajaran Nasrani [sekarang], orang Islam kan dah dikasih tau dalam Qur’an kalo Tuhan itu satu. Coba tebak ajaran nasrani [sekarang] Tuhan tu berapa? Jawab dalem ati aza [tar jadi rusuh lagi].”

Gazele say :
jihad dengan cara bom bunuh diri, itu sama saja mati konyol.

Arwah Fir’aun :
“Oalah.... jangan jadi TUHAN mas. Biarkan TUHAN yg kelak ngadilin mereka di kampung kita semua “Akhirat” emang mati konyol atau ngga. Kecuali sampeyan baru pulang dari langit via mesjid istiqlal. Baru aqu yakin.”

Gazele say :
apa kalian yakin al-qaeda, Hamas, Hezbollah, dll, membela agama islam?

Arwah Fir’aun :
“Lha mana tau mas! tanya aza sama mereka. Jangankan perang sekarang mas, zaman nabi aza ada diantara pasukan Nabi SAW yg matinya bukan syahid. Lagi2 niatnya mas..... hanya TUHAN dan mereka yg tau. ngga usah banyak dipikirin mas, kebanyakan bengong tar bisa gila lagi.”

Gazele say :
mereka hanya kumpulan manusia maniak perang yang mengatas namakan ISLAM!

Arwah Fir’aun :
“Ssstt...mas-mas, jangan lupa “anak buah saya” Amerika dan Israel disebut tar mereka tersinggung karena mereka kan biangnya perang yg bikin HAMAS, HIZBULLAH, AL-QAEDAH, dll itu ada”.
ARWAH FIR’AUN PULANG KE SPINX DI MESIR KARENA MASA DINASNYA DI INDONESIA UDAH SELESAI.
Gazele: Abd. Moqsith Ghazali (koordinator Jaringan Islam Liberal)

kontra produktif (1)


“…mengusung ide-ide liberalisme, sekularisme dan pluralisme demi mewujudkan masyarakat sejahtera, berkeadilan dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. BLOG ini menerima tulisan berupa opini, hasil wawancara, esei, foto, dan berita. 

Semua tulisan yang masuk akan dimuat sepanjang tidak bertentangan dengan NURANI & AKAL SEHAT…”

Tulisan di atas selain lucu juga membingungkan saya. Ya, tulisan di atas saya dapat dari blog salah satu LSM yg mengusung ide liberalisme, sekularisme dan pluralisme. Kenapa lucu, karena antara kata keadilan dengan kata liberalisme ibarat bumi dengan langit, laut dgn minyak atau seperti pungguk yg merindukan bulan, huehehe…, kedua-duanya tidak pernah bertemu bahkan gak mungkin dipertemukan, lalu bagaimana LSM tersebut dgn percaya diri mengusung liberalisme dilain sisi ingin mewujudkan masyarakat yg berkeadilan? Padahal keadilan dgn liberalisme sangatlah bertolak belakang.

Fakta membuktikan definisi keadilan jika menggunakan logika liberalisme sangat tidak masuk akal. Apakah kebebasan yg dimaksudkan adalah ketika suatu kebebasan harus memiliki peluang yg sama dgn kebebasan yg lain? Lantas dimana letak keadilan? Dlm logika liberalisme, keadilan baru terwujud ketika kebebasan dapat diraih --minimal dijangkau-- oleh setiap individu yg menginginkan kebebasan seperti apa yg diinginkannya, jika individu lain menginginkan kebebasannya juga maka ia harus berusaha meraih kebebasannya tersebut, walaupun harus mengorbankan kebebasan yg dimiliki orang lain.

Contoh dalam kehidupan dewasa ini yg katanya harus berfikir global bertindak lokal (sama seperti baligho caleg yg saya lihat di jalan-jalan) modernis gitu loh, ketika seorang istri menginginkan kebebasan utk bisa bekerja di luar rumah dengan atau tanpa izin suami --kesetaraan gender/tuntutan ekonomi, sedang suami yg seharusnya memiliki wewenang tersebut pun ikut ‘berlomba’ mencari nafkah, tanpa membatasi istri dlm bekerja --karena paradigma kebebasan. Praktis suami tidak bisa memonitor lagi aktivitas istri dlm berinteraksi begitu pula suami. Hal ini yg menyebabkan renggangnya kehidupan suami istri, apalagi ketika sudah memiliki anak.

Lantas dgn logika liberalisme, kedua makhluk di tempat antah berantah di bawah ini berdebat:

“Sah-sah saja seorang istri bekerja di luar rumah, toh ada izin dari suami. Dgn begitu tuntutan ekonomi di dalam keluarga lebih terjamin & tidak pernah kekurangan”.

“Ya, logika anda dgn landasan liberalisme memang masuk akal, tapi rumah tangga itu orientasinya bukan hanya ekonomi, tapi sangat luas. Ambil saja contoh kecil, siapa yg menyediakan sarapan pagi ketika istri sedang disibukkan dgn PR dari pekerjaannya?”

“Ahh.. kecil! Sempat gak sempat harus dibalas, eh sempat ga sempat harus menyediakan dong! Posisi istri memang tidak pernah tergantikan, walaupun begitu seorang suami bukan berarti berdiam diri saja menunggu istri menyiapkan sarapannya sendiri. Dia kan (suami) bisa saja menyiapkan sarapannya sendiri tanpa harus bergantung kpd istri,the right man on the right job or the right man on the right place! You know?!”

“Weleh-weleh udah pinter bahasa inggris rupanya? Wokeyhh, ambilkan umpama istri sempat menyiapkan sarapannya utk suami, apakah ia (istri) masih sempat mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya, cuci baju, mengurus anak, dll?”

“Kecil bung! Utk itulah seorang pembantu diperlukan dalam proses pengurusan rumah tangga, artis-artis wanita Indonesia juga begitu…”

“Itu artis boss, yg kita bicarakan disini adalah skala kecil, skala elit (ekonomi sulit) karena tuntutan ekonomi itu tadi.”

“Hemmm, ya saling membantu lah..”

“Waduh! Koq jawabannya gitu sih. Masa, setiap ibu rumah tangga saling Bantu membantu rumah tangga orang lain? Ya gak logis lah, tetangga cebokin anak tetangga yg lain, sedang istrinya sendiri mengurus keperluan sarapan suami orang lain? Hahaha…”

“Bukan begitu bung! Kamsud saya, antara suami & istri saling membantu, pengertian & toleran, gitu loch..”

“Ah, gaya kamu kaya aktivis liberal aja..”

“Loh! Kan kita aktivis liberal boss! alias lingkungan bebas menalar!! Jadi posisi saya disini adalah bebas menalar apa pun sepanjang nalar (akal) saya masih bisa berjalan.”

“Gak connect tuh, dimana singkatan menalarnya? Katanya liberal, lingkungan bebas menalar… seharusnya pake “li be…ral” bukan “li be…lar””

“Kan liberal itu suka-suka otak gue menalar (bebas mikir pake akal), mau pake li..be..ral kek atau li..be..lar gak masalah yg penting liberal, hidup liberal…!!!”

“Oke deh, sa’ karep mu dewe’, back to the our topic broth..!”

“Mmm.. yg tadi ya? jadi ya’ itu tadi, suami harus toleran & bisa rendah hati membantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya.”

“Kalo berbicara rendah hati sih siapa pun bisa, tapi yg ini adalah pembagian tugas yg seharusnya dikerjakan oleh tangan yg tepat, agar posisinya jelas… urusan rumah tangga siapa, urusan mencari nafkah itu siapa… lantas hasilnya --usaha-- diserahkan kepada yg empunya Sang Maha Pemberi Rezeki. Kalo seluruh posisi lapangan pekerjaan di isi oleh wanita --khususnya pekerjaan lapangan & kantor yg mengharuskan meninggalkan rumah-- yg seharusnya diisi oleh para pria maka akan menciptakan kerusakan tatanan perikehidupan yg sesungguhnya.”

“Tapi sekarangkan belum ada kerusakan apa pun, jangan terlalu khawatir deh…”

“Justru itu, semakin lama kalo semakin dibiarkan, akan menimbulkan kerusakan. Coba sekarang kamu lihat di Negara yg mendorong para wanitanya utk bekerja ke luar rumah dgn meninggalkan kewajibannya mengurus rumah tangga, sebagian mereka harus hidup dihantui kecemasan akan keluarganya, perceraian, anak yg susah di atur dan lain sebagainya.”

“Bung, Anda sepertinya hanya ingin memperbesar masalah, itu tidak berlaku di Indonesia, Indonesia memiliki nilai-nilai ketimuran, nilai-nilai yg dijunjung tinggi oleh setiap orang yg memiliki budaya rasa malu, gak mungkin kehidupan yg seperti Anda katakan itu mampir di Indonesia.”

“Loh, saya kan gak ngomong di Indonesia, saya Cuma mengisahkan Negara yg memiliki konsep paradigma seperti itu tadi, lagian itu kan fakta, fakta yg memang setiap orang sudah maklum. Bahwa, kehidupan serba materialistis dan hedonis memang ujung-ujungnya Cuma merusak manusia sendiri.”

“Waduh, jangan ngomong yg susah dicerna, otak saya masih tumpul nih, Cuma bisa mencerna yg mudah-mudah…”

“Oke..!”

Hal ini juga bisa berakibat --yg paling ekstrem-- lahan pertanian semakin sempit, lahan pekerjaan semakin sedikit & berimbas pd hajat hidup orang banyak pun semakin dipersulit. Kenapa? Inilah logika kaum liberalisme --yg memperalat keadilan-- menurut kehendak hawa nafsunya sendiri. Sebab, bagaimana pun juga kebebasan haruslah memiliki standar yg jelas, kebebasan bukanlah kebablasan seperti orang gila yg bebas semaunya sendiri tanpa berpakaian atau seperti kamu yg bebas berekspresi tanpa aturan.

Kebebasan adalah sebuah kehendak, kemauan, keinginan untuk memilih sesuatu atau tidak memilih. Di dalam Islam, kebebasan di atur oleh standar-standar yg jelas, supaya kebebasan tersebut memiliki konsekuensi yg juga jelas, logis dan bisa dipertanggung jawabkan thdp manusia, alam, makhluk ghaib (jin) dan khususnya kepada Allah Pencipta Semesta Alam, agar manusia memiliki rambu-rambu atau rem yg bisa mengendalikan kebebasannya. Ini berarti kebebasan di dalam Islam telah dibatasi oleh norma-norma tertentu yg bersandar kepada Al Quran dan Al Hadits.

Ada pula kebebasan di luar dari kedua hukum wahyu tersebut, yaitu ijtihad dan ijma sahabat --seseorang atau kolektif-- yg memiliki kapasitas kelayakan dan dianggap boleh --pantas-- menghukumi sesuatu yg tidak di atur di dlm Al Quran & Hadits yg tentunya harus bersandar pula kepada kedua hukum yg telah digariskan tersebut. Berbeda halnya dgn paradigma yg digunakan oleh kaum yg menganggap dirinya liberal minded, kebebasan di salah artikan bahkan digunakan sebagai falsafah/tujuan (way of life) di dalam kehidupan, dampaknya adalah aturan-aturan yg bersumber dari kaidah hukum wahyu yg seharusnya mengatur akhirnya mandul dan kehilangan relevansi.

Paradigma seperti ini jelas keliru & bertolak belakang alias gak nyambung dgn slogannya mewujudkan masyarakat sejahtera berkeadilan dan berpihak pd nilai-nilai kemanusiaan. Dimana satu sisi sifat keadilan menginginkan perbaikan disegala lini harus rontok hanya karena kebebasan yg kebablasan ingin diikutsertakannya. Jelas ini kontra produktif dalam mewujudkan masyarakat sejahtera berkeadilan apalagi di dalam naungan kebebasan --bebas nilai.

Kalangan liberalis pun sering memanipulasi kata pluralitas dan pluralisme. Disadari atau tidak ini bisa menimbulkan fitnah bahkan perpecahan. Perpecahan itu bersumber pada ketidakmengertian utk membedakan mana yg pluralitas dan mana yg pluralisme. Setiap manusia tanpa diperintah oleh orang lain, pasti memiliki sikap menghargai perbedaan, itu fitrah & tidak bisa dihilangkan walaupun tidak tampak di perilaku lahiriahnya. Sikap menghargai perbedaan (pluralitas) muncul tatkala manusia berinteraksi dgn manusia yg lain & mengambil pelajaran dari manusia lain tersebut. 

Saling mengenal, saling belajar, berekreasi, surfing di bibir laut, membaca di perpustakaan, berpetualang menaklukkan gunung, hiking, dll itu semua adalah proses interaksi manusia thdp manusia & alam. Artinya, pluralitas menghendaki keniscayaan perbedaan itu terjadi, baik perbedaan thdp manusia, thdp makhluk lain (hewan, jin dll) juga perbedaan thdp alam. Kesimpulannya adalah tidak ada satu pun di dunia ini diciptakan sama oleh Allah Yang Maha Pencipta, segalanya serba berbeda, tidak ada yg sama antara wajah kamu dgn wajah saya, walaupun kembar siam pun ada perbedaan kepribadian. Bisa saja kembar siam --identik-- yg satu memiliki keyakinan akan Islam dan saudara kembarnya memiliki keyakinan di luar Islam.

Maka dari itu saya katakan, perbedaan itu lumrah & tidak dapat dihilangkan sepanjang bumi berputar. Adapun tentang pluralisme, kosakata ini terdiri atas dua kata, pluralis dan isme, di dalam sebuah masyarakat pluralitas lumrah terjadi, lain halnya dgn pluralisme. Pluralisme seperti racun dalam masyarakat, seperti bom waktu yg kapan pun bisa meledak mengotak-kotakkan masyarakat yg tadinya menghargai perbedaan (pluralitas) berpecah sehingga timbul perselisihan hanya karena disuntikannya paham pluralisme. 

Logika kaum liberalis menggambarkan pluralisme sebagai dewa penyelamat keberagaman perbedaan di tengah-tengah masyarakat, khususnya ttg masalah perbedaan agama. Pluralisme meniscayakan adanya semua agama dipandang benar, semua agama tidak ada jalan yg salah, bahwa agama apa pun selama mengajarkan hidiup lurus dan menjurus satu tujuan --menuhankan Tuhan-- maka itu sah dan tidak boleh dipertentangkan.

Simak perdebatan kedua makhluk edisi kedua di bawah ini:

“Hei, bagaimana ini? Jika semua agama dipandang benar, maka tidak ada yg salah di antara semua agama di dunia ini?”

“Benar! Dan itulah hebatnya pluralisme, masyarakat bebas memilih atau tidak sepanjang mereka punya nurani dan akal sehat…”

“Bukan itu maksud saya, jika semua agama di pandang benar, seharusnya suatu agama di pandang benar harus ada yg salah! Lalu, mana yg salah jika semua agama benar? Islam benar, Kristen benar, Budha benar, Hindu benar, Yahudi benar, Shinto yg sejatinya agama manusia di anggap benar dan semua kepercayaan-kepercayaan & aliran-aliran yg berkembang di antara masyarakat itu benar, lalu mana yg salah?”

“Yang salah Anda! Mengapa harus menyalahkan salah satu agama!”

“Aduuuhh… maksud saya bukan itu! Parameter sesuatu itu dikatakan benar harus ada salah satu yg salah. Jika gelas yg saya pegang ini panas harus ada gelas yg dingin, jika kamu mengerjakan alogaritma matematika rumusnya salah maka harus ada rumus yg benar, jika ada jalan yg salah maka harus melalui jalan yg benar, jadi antara salah dan benar keduanya harus beriringan sejalan dan tidak bisa dipisahkan, begitu pula dgn masalah agama, jika agama yg satu mengajarkan yg salah maka harus ada agama yg membenarkannya, jika kepercayaan atau paham yg di ajarkan oleh seseorang itu salah maka harus ada paham atau kepercayaan yg bersumber dari sumber yg benar!”

“Ah, terlalu pusing aku memikirkannya, yg pasti tidak ada agama yg salah! Coba bayangkan, jika ada agama yg salah, mengapa penganutnya masih saja mengikuti bahkan seolah bersikap fanatik terhadap agamanya sendiri? Jika kamu mengatakan ada agama yg benar, seharusnya agama yg benar tersebut memberikan kebenaran atas kesalahan dari agama yg salah itu.”

“Benar, tapi tidak semudah itu, sebagian kita atau masyarakat kita, sudah tercemari oleh pendapat-pendapat yg justru merugikan penganutnya sendiri…”

“Contohnya..” .... bersambung