saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Minggu, 17 Mei 2009

berfikir relatif apakah harus memvonis seseorang muslim sbg islam liberal?


Di dalam menjalani peran di dunia, setidak saya mendapat dua hal penting. Pertama, manusia memang bisa berfikir relatif, tapi kerelatifannya hanya berkutat seputar kelemahannya dalam berfikir. Jika seseorang berfikir “aku ingin kaya!” tapi dilain keadaan ada orang yg menikmati kemiskinannya (tidak menginginkan harta benda pun). Ini adalah relatif, ini adalah keadaan yg tidak mengkondisikan dimana dia dapat berfikir apa pun selain dia bisa berfikir bahwa “aku ingin seperti ini!”, “aku ingin seperti itu!” dan lain sebagainya, ini wajar dan kita tidak bisa mengintervensi apa pun ke dalam keinginannya.

Distorsi sering terjadi jika, keadaan yg mengkondisikan cara berfikirnya itu membuat dia secara terpaksa utk memilih atau dipaksa utk tidak memilih apa pun. Contohnya, ketika kapitalisme global sudah di depan mata, berbagai hidangan dunia pun silih berganti tampil di layar televisi & lingkungan dimana dia tinggal. Di televisi pun menghidangkan beraneka ragam jenis kenikmatan dunia yg menggebu-gebu, kemolekan tubuh wanita, kelezatan makanan kuliner, ketampanan & kecantikan manusia (kulit putih mulus atau sixpack body yg membuat mata wanita & pria berhasrat utk mendapatkannya), kemewahan dan kemegahan property yg ditawarkan, karena itu kondisi ini bisa kita sebut keadaan normatif, setiap orang menginginkannya (hanya orang dungu & bodoh yg berdiam diri jika ditawarkan gratis untuk mendapatkannya). 

Tapi, hal ini tidak serta merta menjadi keadaan mutlak bagi orang yg memiliki pisau analisis tajam terhadap hakikat kehidupan dunia. Bagi seorang ulama wara’ keadaan seperti tertulis di atas adalah sebuah fatamorgana yg jika diraih akan mengubah seseorang menjadi proses berfikir materialistis, dalam bahasanya ‘mengejar dunia’. Namun, adakalanya ulama wara’ pun memilikinya tapi letaknya tidaklah dihati namun cukup di tangan, di kaki dan melekat di permukaan kulit saja.

Berfikir relatif belum tentu menjurus seseorang untuk berfikiran ala liberal. Seseorang dikatakan liberal jika, (1) berani mendekonstruksi bangunan akidah (tauhid) di dalam islam, (2) berani melawan fatwa ulama bahkan mempertentangkan argumentasi lemah (dhaif) dengan argumentasi yg jelas-jelas shahih, (3) berusaha dgn sekuat pemikiran & tenaganya agar proses liberalisasi thdp orang muslim berjalan dgn baik, bahkan dia rela menjadi tameng terdepan dalam membela liberalisasi, (4) berjalan seiring dengan pemahaman di luar islam (yahudi & nasrani), (5) berfikiran dinamis, menyesuaikan ayat sesuai dengan keadaan bukannya menyesuaikan keadaan dengan ayat (terkondisikan dgn keadaan).

Jadi, vonis terhadap seseorang berfikir relatif belum tentu ia berfikir liberal. Relatif & liberal memang tampak sinonim, tapi jika ditelisik lebih jauh sangat anonim. Relatif memang lekat dgn kelabilan berfikir dan cara berfikir seperti ini memang centang perenang & tidak tetap dengan keadaan (dinamis). Sedang liberal, pd prinsipnya adalah menyerang islam, walaupun kata liberal bisa dikonotasikan dalam arti bebas, tapi jika menyangkut islam ia merupakan turunan dari sekularisme yg memisahkan agama dgn kehidupan. 

Maka dari itu --saya-- jika dihadapkan oleh orang yg berfikiran relatif, saya tidak serta merta memvonis dirinya penganut islam liberal, karena relatif atau tidaknya seseorang itu ditentukan dari kuat dan tidaknya cara dia berfikir. Yg fatal adalah cara2 orang islam liberal yg sering mendeskreditkan orang islam yg benar2 hanif (lurus) sebagai orang yg malas berfikir, ini jelas tuduhan keliru. Orang islam yg benar2 hanif justru menggunakan cara berfikirnya untuk memahami hakikat penjelasan Allah di dalam alQuran dan asSunnah. Berbeda dgn cara2 orang islam liberal yg semaunya (malas berfikir atau berfikir sesuai selera hawa nafsunya dikarenakan malas berfikir) memahami hakikat penjelasan apa yg termaktub di dalam alQuran dan asSunnah. 

Lantas siapa sebenarnya yg malas berfikir? Jika dibalik ke keadaan semula, relatif sebenarnya bukan saja melanda orang2 islam. Tapi banyak di anut oleh orang2 kristen, budha, hindu dan agama2 besar lainnya, bahkan oleh orang atheis sekalipun. Relatif dalam kacamata saya adalah suatu pandangan hidup yg serba lemah, baik dipandang oleh sudut kehidupan, ekonomi juga akhirat (ghaib).

Maka dari itu, saya sangat menyarankan kepada pembaca terhormat semuanya. Jika ada orang di sampingmu mengatakan;

“Ah, ngapain sholat! Capek!!! Mending sholat dalam hati!”

Mari kita pelajari dulu jalan berfikirnya sebelum memvonis dirinya liberal, kafir dan lain sebagainya. Tanyakan dulu dari mana dirinya berasal. Jika dia menjawab;

“Saya dari keluarga yg broken home! Orang tua saya tidak peduli!”

Maka kawan2 haruslah merangkulnya dgn baik seraya mengatakan;

“Baik, orang tuamu memang salah, tapi apakah kesalahan mereka harus jatuh ke nasibmu?”

“Ah, tidak! Tidak!!”

“Maka dari itu, jangan menyalahkan sholat, sholat tidak bersalah terhadap siapa pun, sholat justru memberikan jalan keluar terbaik dari seluruh permasalahan manusia...”

“Ah, kamu Aa Gym ya?”

“Saya manusia seperti kamu, sekarang kita adalah sahabat. Tidak ada yg dapat memvonis sesat thdp siapa pun selama dirinya masih berpegang terhadap agama khususnya sholat!”

“Hei, sholat dua bahasa itu kan sholat juga, kenapa dikatakan sesat!”

“Baik kawanku, sholat dua bahasa memang sesat. Ini bisa kita lihat dari cara sholat mereka. Tata cara sholat yg diturunkan oleh kanjeng Nabi Muhammad Saw menggunakan satu bahasa pemersatu yaitu bahasa arab, otomatis jika mereka konsisten dgn prinsip ahlulsunnah wal jama’ahnya, seharusnya mencontoh apa yg dilakukan oleh kanjeng Nabi kita yaitu Nabiyullah Rasulullah Muhammad Saw.”

“Tapi mereka mengatakan dgn dua bahasa, perasaan mereka merasa tentram dan sentosa setelah melakukannya, karena apa yg selama ini kita lakukan dgn bahasa arab setelah di translate menjadi bahasa indonesia, mereka paham & mengamini gitu loch...”

“Orang berzina pun demikian, mereka melakukan dgn tentram dan sentosa, bahkan menikmati loh...”

“Oh ya..?”

“Yaa...”

“Kalo begitu sholat memang susah ya...”

“Kalo bagi yg belum paham memang benar...”

Hal penting kedua yg saya dapatkan adalah ketika, apa yg selama ini saya sembunyikan akhirnya terbongkar, memang benar... bangkai kalo disimpan akan ketahuan juga baunya. Saya mengalami itu dan pengalaman itu pun tidak akan saya lupakan seumur hidup. Karena menyangkut masa depan dan kelanjutan kehidupan saya dgn pendamping hidup saya.

Ya Allah jikalau engkau melakukan sesuatu terhadap hamba, maka lakukanlah. Hamba yakin, perlakuan-Mu adalah berkah dan ujian bagi hamba & jika engkau menunda sesuatu, hamba yakin balasanmu lebih adil hamba jalani... Amiiin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar