saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Minggu, 17 Mei 2009

kontra produktif (2)


Di edisi pertama pembahasan kontra produktif yg lalu, kita telah membicarakan mengenai pertentangan antara kata liberalisme dengan keadilan, yg mana telah di paparkan terdahulu bahwa, keadilan sangat bertolak belakang dgn kata liberalisme. Mengapa? Karena liberalisme mengajarkan bahwa setiap pandangan tentang kehidupan harus bebas terhadap nilai, baik itu nilai agama atau pun nilai-nilai yg dibuat oleh masyarakat --manusia yg mengidamkan keadilan & kebenaran. 

Sedang keadilan, memandang bahwa kehidupan ini haruslah selaras dan seimbang, tidak boleh ada yg timpang antara satu dengan lainnya, tidak boleh terjadi diskriminasi antara ras kulit putih dengan ras kulit gelap, tidak boleh timbangan di pasar berat salah satu cawannya ini bisa berakibat kerusakan --yg jika tidak adil-- maka manusia akan mengalami kekacauan (chaos) di tengah masyarakat. Juga, jika tidak adil maka masyarakat akan merasakan kehidupan yg sempit dengan tidak diterapkannya hukum atau nilai-nilai serta aturan-aturan yg dibuat oleh kolektif masyarakat itu sendiri. 

Lantas, jika disandingkan dgn kata liberalisme yg menganut bahwa pandangan hidup harus bebas dengan adanya nilai atau aturan atau norma yg dibuat oleh masyarakat, maka posisi keadilan yg diidam-idamkan lenyap begitu saja, maka dari itu makna keadilan seharusnya segera minggat dari sisi liberalisme. Itu sebabnya, antara liberalisme & keadilan tidak pernah dipertemukan, tidak pernah akan bertemu walau sampai kiamat pun! Maka yang harus dilakukan adalah, pilih salah satu, liberalisme dgn bebas nilainya atau keadilan dgn --mau tidak mau-- nilai-nilai yg tidak bebas terhadap hawa nafsu manusia itu sendiri --yg idealnya memenuhi dimensi spiritual.

Di pembahasan kedua ini, kita masih membahas mengenai kerancuan cara berfikir LSM yg berusaha saya ulas pada edisi pertama sebelumnya dimana saya menemukan kata-kata yg sangat menurut saya kontra produktif di dalam implementasinya, simak tulisan di bawah berikut ini.

“…mengusung ide-ide liberalisme, sekularisme dan pluralisme demi mewujudkan masyarakat sejahtera, berkeadilan dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. 
BLOG ini menerima tulisan berupa opini, hasil wawancara, esei, foto, dan berita. 
Semua tulisan yang masuk akan dimuat sepanjang tidak bertentangan dengan NURANI & AKAL SEHAT…”

Kesan yg saya tangkap adalah, sekulerisme dan pluralisme merupakan saudara sekandung dari bapaknya kapitalisme yg di asuh & dibesarkan oleh konsep liberalisme. Maka, akan melahirkan sekulerisme & pluralisme, lantas bagaimanakah dgn konsep pluralitas? Ternyata pluralitas bertolak belakang dgn konsep pluralisme, walaupun kedua konotasi kata ini hampir sama, namun sejatinya keduanya sangat berbeda.

Ini bisa kita lihat dari tambahan –isme yang mana diartikan sebagai paham atau konsep pemikiran sedang –itas menekankan adanya fakta tak terbantahkan, kenyataan yg harus diterima atau apa adanya, sama dgn kata komunal atau bila di padankan dgn –itas menjadi komunitas, maka kata ini adalah fakta tak terbantahkan, dia tidak bisa dihindarkan atau pun di elakkan dgn yg namanya manusia. Ideologitas, intelektualitas, dan masih banyak lagi –itas lainnya. Sedang –isme adalah paham, konsep pemahaman yg mengikuti apa pun di depannya, seperti komunisme, kapitalisme, chauvinisme, nasionalisme, & -isme isme lainnya. 

Jika ada yg mengatakan Islamisme, maka ini anggapan yg menurut saya keliru, sebab, Islam tidak memerlukan suatu konsep pemahaman, Islam tidak memerlukan konsep terbaru utk memahami Islam itu sendirii, sama seperti perkataan, kami mendengar & kami pun menerimanya, itulah konsep surat Al-Ikhlas yg walau pun tidak ada kata ikhlas di dalamnya namun ayat-ayatnya kurang lebih sama menegaskan bahwa Tuhanmu adalah Allah, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan.. dst. 
Karena, Islam adalah paham itu sendiri, Islam hadir membawa pemahaman yg tidak memerlukan pemahaman yg baru lagi, Islam telah tercipta mutlak secara sendiri oleh karena paham itu langsung diturunkan oleh Allah Pencipta Alam Semesta melalui tangan Nabi Besar Muhammad Saw. 

Jika Islam tidak melalui perantara, maka manusia akan kesulitan dalam memahami konsep yg ingin disampaikan oleh Allah kepada hambanya. Melalui Muhammad-lah yg langsung di tatar oleh Allah menjadi wakil atau perwakilan Tuhan itu menjelma menjadi manusia sempurna & oleh karenanyalah jika manusia menginginkan panutan atau rujukan dalam mencari salah & benar, buruk & baik, harus berguru langsung dgn Muhammad sang wakil Allah di dunia.

Melanjutkan perdebatan kedua makhluk yg telah saya ulas pd edisi sebelumnya, berikut kelanjutannya...
“Hei, bagaimana ini? Jika semua agama dipandang benar, maka tidak ada yg salah di antara semua agama di dunia ini?”

“Benar! Dan itulah hebatnya pluralisme, masyarakat bebas memilih atau tidak sepanjang mereka punya nurani dan akal sehat…”

“Bukan itu maksud saya, jika semua agama di pandang benar, seharusnya suatu agama di pandang benar harus ada yg salah! Lalu, mana yg salah jika semua agama benar? Islam benar, Kristen benar, Budha benar, Hindu benar, Yahudi benar, Shinto yg sejatinya agama manusia di anggap benar dan semua kepercayaan-kepercayaan & aliran-aliran yg berkembang di antara masyarakat itu benar, lalu mana yg salah?”

“Yang salah Anda! Mengapa harus menyalahkan salah satu agama!”

“Aduuuhh… maksud saya bukan itu! Parameter atau indikator sesuatu itu dikatakan benar harus ada salah satu yg salah. Jika gelas yg saya pegang ini panas harus ada gelas yg dingin, jika kamu mengerjakan alogaritma matematika rumusnya salah maka harus ada rumus yg benar, jika ada jalan yg salah maka harus melalui jalan yg benar, jadi antara salah dan benar keduanya harus beriringan sejalan dan tidak bisa dipisahkan, begitu pula dgn masalah agama, jika agama yg satu mengajarkan yg salah maka harus ada agama yg membenarkannya, jika kepercayaan atau paham yg di ajarkan oleh seseorang itu salah maka harus ada paham atau kepercayaan yg bersumber dari sumber yg benar!”

“Ah, terlalu pusing aku memikirkannya, yg pasti tidak ada agama yg salah! Coba bayangkan, jika ada agama yg salah, mengapa penganutnya masih saja mengikuti bahkan seolah bersikap fanatik terhadap agamanya sendiri? Jika kamu mengatakan ada agama yg benar, seharusnya agama yg benar tersebut memberikan kebenaran atas kesalahan dari agama yg salah itu.”

“Benar, tapi tidak semudah itu, sebagian kita atau masyarakat kita, sudah tercemari oleh pendapat-pendapat yg justru merugikan penganutnya sendiri…”

“Contohnya..”

“Di dalam trinitasnya agama Kristen, contohnya, konsep ini dipahami oleh kekristenan sendiri setelah di adakan konferensi yg keputusannya menjadikan Isa al-Masih sebagai Tuhan, Maryam sbg Tuhan dan pengantar wahyu Jibril juga sebagai Tuhan. Sejarah mencatat --khususnya perjalanan Nabi Isa al-Masih dlm menyampaikan dakwah kpd umatnya-- tidak ada satu perkataan pun yg keluar dari mulut Nabi Isa al-Masih yg mentasbihkan atau mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Lalu, mengapa setelah sekian abad telah berlalu keputusan yg menurut saya doktrin agamawan Kristen ini tidak pernah di kritisi oleh penganutnya sendiri? Bahkan seolah2 hal yg tabu jika mengungkit ketrinitasan di dalam Kristen?”

“Baik, mengenai trinitas di dalam Kristen memang kita --khususnya orang2 kristen-- tdk pernah terdengar para agamawan kristen berencana mengadakan konferensi kembali utk membatalkan keputusan yg sudah berabad2 telah mengalami doktrinisasi thdp umatnya sendiri. Tapi, yg perlu diingat adalah bukan hanya konsep trinitas di dalam Kristen yg harus dibatalkan, tapi ente jangan lupa hal ini sudah menyangkut kepercayaan orang banyak, ini sudah melanda bukan hanya 1, 2 atau 3 orang saja, tapi sudah bermilyar-milyar orang meyakini bahwa konsep trinitas masih ‘layak’ pakai, dan tidak pantas rasanya dengan sekejap orang mengatakan, konsep trinitas dibatalkan hoiii!!!, oleh siapa? Oleh para pastur-pastur & romo-romo kalian sendiri! Oh ya?!”

“Loh, mengapa tidak? Rasanya tidak ada orang yg menginginkan agama yg bertahun-tahun dianutnya itu tersesat selamanya, dan tidak pernah ada orang yg menginginkan keyakinan yang dipegangnya dalam waktu seketika berubah total 180 derajat, siapa sih yg menginginkan itu semua? Tapi selayaknya pula kita berusaha bersikap bijak terhadap semua hal, termasuk terhadap suatu agama atau kepercayaan dan keyakinan itu sendiri.”

“Bijak seperti apa?”

“Menjadi anak kecil itu mudah, tapi kalo menjadi dewasa itu susahnya minta ampyun! Ente kalo gak mau dibilang anak kecil ya harus berusaha bijak menghadapi masalah, coba kalo anak kecil menghadapi masalah! Larinya malah ke orang tuanya, atau menangis paling banter gak mau makan! Nah, kalo yg namanya dewasa, dibilangin bahwa sesuatu itu salah, otomatis orang tersebut mencari kesalahan terhadap dirinya sendiri seraya mengambil kebenaran di luar kesalahan yg telah dibuatnya sendiri. Jadi begini, walah… susah amir ane ngomong sama ente kaya gini!”

“Memang susah, soalnya saya masih anak ingusan!”

“Oke! Sekarang begini, seandainya di depan hidung kamu ada dua gelas berisi air minera, lalu saya berkata, silakan minum air ini..., terus sikap kamu seperti apa?”

“Ya, yg namanya di tawarin minum air, ya saya minum dong, anak kecil aja tau!!”

“Nah, itu yg membedakan anak kecil (ingusan) seperti kamu dgn saya yg udah dewasa (mulai sombong neh!)”

“Loch, gimana bisa?”

“Yg namanya anak kecil kalo ditawarin minum ya pasti minum! Betul ndak?!”

“Yap!”

“Kalo kita sedikit berfikir dewasa, buat apa sih minum air yg gak jelas asal usulnya, apalagi sama orang yg gak kenal.. hayoo...”

Grasak grusuk...

“Nah, sekarang ente bingung kan?”

Sebuah keyakinan (agama) bisa kita kesankan seperti sebuah barang, jika sebuah barang terlihat mewah dan megah biasanya yg membeli adalah orang2 terkenal dari kalangan jetset terkemuka. Tapi sebaliknya, jika barang terlihat kumal dan kotor maka harga pun jatuh dan para pembelinya pun biasanya orang2 yg memiliki pendapatan sekedarnya utk mencukupi keperluan hidup sehari-hari.

Tapi pernyataan di atas masih bersifat relatif. Barang & agama memang tidak sama, barang ya barang dan agama adalah agama, titik! Nah, sampai disini agama memiliki konsep peribadatan yg berbeda antara agama yg satu dgn yg lain. Jelas, ini merupakan perbedaan yg harus diperbesar, agar penganutnya dapat memilih dan memilah mana agama yg benar2 menuju jalan lurus dan mana agama yg terang dalam kesesatan yg nyata.

Islam memiliki konsep yg cukup sederhana, jika dalam bahasan perkuliahan kita dapat menyimpulkan bahwa agama islam menekankan adanya surga dan neraka. Artinya, manusia dibimbing oleh tuhannya agar mengenal balasan baik dan buruk ketika hidup di dunia. Begitu pula eksistensi manusia di dunia dibarengi oleh sikap hati-hati dan tidak semaunya sendiri (liberal minded?), islam menghubungkan perjalanan manusia dari mulai lahirnya ke dunia hingga tenggelam jasadnya di dalam tanah, dalam bahasa yg sederhananya, darimana manusia berasal, untuk apa manusia di dunia dan mau kemana setelah meninggalnya. 

Konsep islam ini bisa dipahami oleh manusia manapun --sepanjang sadar akan eksistensinya (masih hidup)--, setelah menyadari darimana manusia berasal, untuk apa manusia di dunia dan kemana setelah meninggalnya, maka hal yg terpenting utk dilaksanakan sekarang adalah (yg masih hidup) untuk apa manusia di dunia. Islam dalam membahasnya pun cukup hanya menekankan utk beribadah dan beribadah hingga akhir hayat, yg lain tidak. Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar