saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Senin, 30 November 2009

BIAS TERORISME

Setelah diguncang 2003 lalu, kini Hotel JW Marriot kembali diguncang oleh bom. Bukan hanya JW Marriot, tapi Hotel Ritz Carlton juga ikut menjadi sasarannya. Tak lama berselang peristiwa tersebut, SBY buru-buru mengadakan jumpa pers sembari mengutuk perbuatan tersebut dengan mengeluarkan informasi baru yang di dapat BIN dimana gambar SBY dijadikan sasaran tembak oleh mereka yang dinamakan dengan teroris sembari bersumpah "Saya bersumpah, demi rakyat indonesia, negara dan pemerintah akan melakukan tindakan yang tegas, tepat dan benar terhadap pelaku pemboman ini, dan otak pelaku pemboman," tegasnya. Lagi-lagi teroris sebagai biang kerok, apakah ini wajar? Ini memang wajar bagi “mereka” yang mendefinisikan makna teroris berhenti hanya sebagai aksi pencapaian tujuan dengan kekerasan saja.
Menurut Black’s Law Dictionary Amerika, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana (Amerika atau Negara bagian Amerika), yang jelas dimaksudkan untuk: (a) mengintimidasi penduduk sipil, (b) mempengaruhi kebijakan pemerintah, (c) mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan.
Webster’s New World College Dictionary (1996), mendefinisikan Terorisme “the use of force or threats to demoralize, intimidate, and subjugate.” Disepakati oleh kebanyakan ahli bahwa tindakan yang tergolong kedalam tindakan Terorisme adalah tindakan-tindakan yang memiliki elemen: (1) kekerasan, (2) tujuan politik, (3) teror/intended audience.
Hukum positif Indonesia, UU No. 15 (2003) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I Ketentuan Umum, (1) Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal… (Pasal 6). (2) Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal… (Pasal 7).
Sekilas memang, makna terorisme mengacu pada tindak kekerasan semata terhadap orang lain hingga menimbulkan rasa takut secara meluas (massal). Seperti yang terjadi di Hotel JW Marriot & Hotel Ritz Carlton serta berbagai aksi-aksi sporadik lainnya bisa di kategorikan terorisme. Lantas, apakah makna tersebut mutlak memberikan definisi final terhadap terorisme yang terjadi di tengah masyarakat? Atau, apakah masih ada cakupan yang mengkaji secara komprehensif arti terorisme sesungguhnya? Hingga saat ini masih simpang siur keberadaannya.
Pembahasan pun terus bergulir, terorisme mengalami bias setelah para ahli menengarai bahwa terorisme lekat kaitannya dengan benturan fundamental, menurut Laqueur (1999), setelah mengkaji lebih dari seratus definisi Terorisme, menyimpulkan adanya unsur yang paling menonjol dari definisi-definisi tersebut yaitu bahwa ciri utama dari Terorisme adalah dipergunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan, sementara motivasi politis dalam terorisme sangat bervariasi, karena selain bermotif politis, terorisme seringkali dilakukan karena adanya dorongan fanatisme agama. Menurut A.C Manullang (pengamat intelijen) Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu antara lain karena adanya pertentangan agama, ideologi dan etnis serta kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi rakyat dengan pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme. Menurut US Department of Defense tahun 1990, Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideologi tertentu.
Lantas, definisi terorisme mulai mengalami reduksi makna, dari kekerasan (fisik & mental) mengarah kepada adanya pengaruh ideologi Negara, potensi geografis suatu negara, kepentingan-kepentingan politik berbagai pihak terhadap Negara, dan lain sebagainya. Berbagai konvensi-konvensi di berbagai Negara telah berusaha mendefinisikan terorisme menurut negaranya masing-masing, seperti; States of the South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Regional Convention on Suppression of Terrorism, 1970, 1973; Convention of the Organisation of the Islamic Conference on Combating International Terrorism, 1999; Treaty on Cooperation among the States Members of the Commonwealth of Independent States in Combating Terrorism, 1999; Organisation of African Unity (OAU), 1999; The Arab Convention on the Suppression of Terrorism 1998; European Convention on the Suppression of Terrorism, 1977.
Alhasil, tidak ada yang dapat memberikan batasan yang jelas bagaimana sebenarnya bentuk terorisme tersebut. Semua tampak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu agar terkesan terorisme legal bagi “mereka” yang termotivasi oleh kepentingan fundamental yang dimilikinya masing-masing. Kepentingan-kepentingan yang terjadi tersebut tidak lantas memberikan gambaran penuh profil suatu masyarakat & Negara terhadap kepentingannya, namun dapat menjadikan --kosakata-- terorisme berubah penggunaannya sebagai “alat” dan “cara” guna menjalankan kepentingan-kepentingan di luar aksi terorisme itu sendiri, baik kelompok yang disebut teroris juga negara. Apakah ini realitas dari terorisme? Tampaknya kita harus terus membaca para pengambil kebijakan (pemerintah) dan pelaku terorisme itu sendiri.
Terorisme dalam perspektif lain
Menurut saya terorisme sebuah aksi “simbolik”, terorisme adalah sebuah --respon-- dari sebuah komunitas masyarakat yang tidak puas oleh kinerja pemerintah, maka, masyarakat akan mengambil sebuah tindakan yang menurut Negara menyimpang (ekstrim) dari konstitusi, maka itulah terorisme. Terorisme dulu, kini dan yang akan datang tidak akan hilang manakala sebuah Negara dijalankan berseberangan dengan kehendak rakyatnya (kontra demokrasi?). Rakyat akan memberikan penghargaan dan kecintaan ketika sebuah Negara menjalankan fungsi & peran sebagaimana mestinya.
Terorisme tidak tercipta dengan sendiri seperti jatuh dari langit. Selama keadilan, kesejahteraan, ketentraman dan keamanan yang di idam-idamkan tidak pernah hadir di tengah masyarakat, begitu pula pemerintah yang abai serta masa bodoh dengan kondisi masyarakat selama itu pula terorisme akan hadir mewarnai perjalanan sebuah Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar