saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Sabtu, 18 Desember 2010

wrong or do it !!

menarik, seorang kawan mengatakan sedang jatuh kepada kesalahan yg sedari awal tidak dia sadari. yg menariknya adalah, pertanyaan mengapa harus ada kesadaran ketika terjadi kesalahan, atau bahasa yg mudah dipahami, mengapa penyesalan selalu datangnya belakangan??

pertama, saya bukanlah seorang maha guru yg dapat mengobati segala keluh kesah lantas menjabarkan jawaban2 rinci "mengatasi" setiap permasalahan yg ada. saya hanyalah --mempertanyakan-- kemudian --menguraikan-- lantas dgn sedikit berfikir maju ke depan --mengandai-andaikan-- (tapi saya bukan ingin berkhayal tanpa tujuan pasti) hanya saja, memang demikianlah tabiat manusia (selalu berandai-andai).

nah, hal kedua yg ingin saya sampaikan adalah, kita semua mengerti bahwa kesalahan (penyesalan) memang datangnya selalu belakangan --dan nampaknya memang demikian semenjak jaman perseteruan anak nabi adam ketika memperebutkan labuda (manusia cantik pertama yg lahir ke dunia), maka agar penyesalan (kesalahan) muncul di depan, tidak ada cara lain selain menganggap itu sia-sia bila dikerjakan --karena mengerti jika dikerjakan akhirnya pasti adalah penyesalan.

contoh, bagi sebagian pria melakukan onani di dalam kamar mandi memang mengasyikkan, tapi bagi saya (penulis) itu sesuatu hal yg sangat ingin saya jauhi --maka dari itu saya menikah-- utk menghindari hal yg demikian, yg lainnya, meletakkan gelas di tempat yg seharusnya, seringkali kita lupa menaruh barang-barang penting sembarang tempat, artinya kita sudah meletakkan penyesalan (kesalahan) dibelakang setelah perbuatan yg kita lakukan.

bagaimana pun juga, penyesalan memang datangnya selalu belakangan (sunatullah) akan tetapi kita dapat meminimalisir semua itu dgn rajin-rajin memperhatikan setiap langkah ke depan --bukan karena kesalahan yg selalu kita lakukan lantas malas melakukan perbaikan-- akan tetapi biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya. karena manusia sudah dibekali oleh perbaikan-perbaikan yg memungkinkan manusia memperbaiki kesalahan yg telah dilakukannya.

hal ketiga yg ingin saya sampaikan, ternyata saya telah salah menginformasikan hal penting ini kepada anda, artinya, saya tidak berfikir utk menulis seperti ini sebelumnya, jadi jikalau saudara-saudara sekalian tidak memiliki kepentingan terhadap tulisan yg kacau ini, silakan menutup dan menjauhi tulisan ini. karena, saya tidak ingin mencemarkan kesalahan dan penyesalan kepada orang lain karena tulisan yg tidak bermutu ini.

keempat, akhirnya saya dapat mengakhiri tulisan saya ini, semoga bagi saudara-saudara yg memiliki kepentingan thdp tulisan ini silaken memplototi dan mengambil hikmahnya saja, karena hal terpenting di dalam hidup manusia yg bernyawa adalah hikmah yg terpendam dlm setiap peristiwa yg dilakukannya.

yakinlah Allah selalu memperbaiki kesalahan dan segala aib yg kita lakukan, jikalau Allah tidak dapat memperbaiki maka dia bukanlah Tuhan yg kita sembah!!! []

jangan menunggu imam mahdi, kitalah yg menyeret surga ke muka bumi

sepertinya kita melupakan kaidah kausalitas (sebab akibat), bahwa sikap "menunggu" tidaklah mendatangkan apa pun selain hampa, nihil atau mustahil. sama halnya dgn datangnya khilafah, sesuai hadits rasulullah ; ...akan datang kekhilafahan, kemudian beliau diam.

utk urusan dunia saja, kita dgn semangat mengejar target yg ingin di capai betapa pun mustahilnya target itu di depan mata, lalu mengapa utk urusan akhirat yg sudah dijamin dan tertulis jelas justru kita menganggap hal itu percuma dan mustahil.

menganggap kembalinya khilafah tanpa di usahakan sama saja berharap mendapatkan uang masuk ke rekening kita tanpa ada kerja. jadi, sangat aneh jika ada kawan2 yg menganggap berjuang mengembalikan khilafah tanpa usaha --walaupun sudah dijamin Allah-- tidak memerlukan usaha atau sama dgn utopis dan arealis.

lantas, siapa yg dapat menjelaskan khilafah itu seperti apa, apakah seperti menunggu embun jatuh di pagi hari? atau berharap ada orang datang memberikan keterangan kepada semua orang? kerja mengembalikan khilafah sungguh memerlukan usaha dan motivasi bahwa kembalinya nushrah itu pun harus di upayakan, harus dijalankan secara manusiawi --bukan secara illahi.

Allah bisa saja membuat seluruh penduduk negeri muslim dunia ini beriman, tetapi manusia juga lupa bahwa keimanan tanpa pondasi (khilafah) tidak akan bertahan lama. []

Prof. Hamka

Prof. Hamka
”Banyak guru, dokter, hakim, insinyur, banyak orang yang bukunya satu gudang dan diplomanya segulung besar, tiba dalam masyarakat menjadi ”mati”, sebab dia bukan orang masyarakat. Hidupnya hanya mementingkan dirinya, diplomanya hanya untuk mencari harta, hatinya sudah seperti batu, tidak mampunyai cita-cita, lain dari pada kesenangan dirinya. Pribadinya tidak kuat. Dia bergerak bukan karena dorongan jiwa dan akal. Kepandaiannya yang banyak itu kerap kali menimbulkan takutnya. Bukan menimbulkan keberaniannya memasuki lapangan hidup.”

kisah pencuci piring

Siapa yang paling berbahagia saat pesta pernikahan berlangsung? Bisa jadi kedua mempelai yang menunggu detik-detik memadu kasih. Meski lelah menderanya namun tetap mampu tersenyum hingga tamu terakhir pun. Berbulan bahkan hitungan tahun sudah mereka menunggu hari bahagia ini. Mungkin orang tua si gadis yang baru saja menuntaskan kewajiban terakhirnya dengan mendapatkan lelaki yang akan menggantikan perannya membimbing putrinya untuk langkah selanjutnya setelah hari pernikahan. Atau bahkan ibu pengantin pria yang terlihat terus menerus sumringah, ia membayangkan akan segera menimang cucu dari putranya. "Aih, pasti segagah kakeknya," impinya.

Para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu nampak dari senyum, canda, dan keceriaan yang tak hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak saudara dan kerabat orang tua kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahim, kalau perlu rapat keluarga besar pun bisa berlangsung di sela-sela pesta. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir, jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan bergizi plus, inilah saatnya perbaikan gizi walau bermodal uang sekadarnya di amplop yang tertutup rapat.

Nyaris tidak ada hadirin yang terlihat sedih atau menangis di pesta itu kecuali air mata kebahagiaan. Kalau pun ada, mungkin mereka yang sakit hati pria pujaannya tidak menikah dengannya. Atau para pria yang sakit hati lantaran primadona kampungnya dipersunting pria dari luar kampung. Namun tetap saja tak terlihat di pesta itu, mungkin mereka meratap di balik dinding kamarnya sambil memeluk erat gambar pria yang baru saja menikah itu.

Dan pria-pria sakit hati itu hanya bisa menggerutu dan menyimpan kecewanya dalam hati ketika harus menyalami dan memberi selamat kepada wanita yang harus mereka relakan menjadi milik pria lain. Apa benar-benar tidak ada yang bersedih di pesta itu? Semula saya mengira yang paling bersedih hanya tukang pembawa piring kotor yang pernah saya ketahui hanya mendapat upah sepuluh ribu rupiah plus sepiring makan gratis untuk ratusan piring yang ia angkat. Sepuluh ribu rupiah yang diterima setelah semua tamu pulang itu, sungguh tak cukup mengeringkan peluhnya. Sedih, pasti.

Tak lama kemudian saya benar-benar mendapati orang yang lebih bersedih di pesta itu. Mereka memang tak terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Mereka lah para pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta.

Bukan, mereka bukan sedih lantaran mendapat bayaran yang tak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor. Mereka juga tidak sedih hanya karena harus belakangan mendapat jatah makan, itu sudah mereka sadari sejak awal mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa para tamu yang hadir.

Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anakanak mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap.

Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang berpakaian bagus di pesta itu tak taati nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia padahal tak semua bisa masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu.

Sekadar usul untuk Anda yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat "Mohon Doa Restu" dan "Selamat Menikmati" yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar "Terima Kasih untuk Tidak Mubazir"