saya hanyalah manusia biasa, yg banyak dipenuhi oleh salah dan khilaf, oleh karena itu jikalau ada postingan saya yg kurang berkenan di hati saudara pembaca sekalian, mohon dimaafkan lahir bathin, karena kebenaran hanya berasal dari Allah, dan kesalahana sepenuhnya ada diri saya...

Rabu, 30 Desember 2009

telinga demokrasi

Utk sekedar menjadi utopis agaknya lebih pantas diletakkan di pundak demokrasi. Sekalipun secara normatif tampil sebagai sistem ideal namun dlm aplikasinya sangatlah bertolak belakang dgn kenyataan. Merunut perjalanan setengah abad lebih Indonesia, demokrasi tetap menjadi pilihan terbaik meskipun secara prosedural tidak sejalan dgn demokrasi ala amerika, inggris & dunia barat lainnya dimana sumber demokrasi berada. Rakyat yg hidup di dunia demokrasi ibarat hidup dalam sekam, "hidup segan mati pun tak mau", bukannya apa2, demokrasi senyata2nya tak pernah memberikan pilihan hidup pasti kpd rakyat sbg konstituennya. Pilihan itu kadang bagai pilihan karet yg tak pernah berkesudahan, tarik ulur kepentingan menjadi menu wajib yg dinikmati setiap hari bagi wakil rakyat yg dipilih oleh rakyatnya. Preman, mafia, cukong, dan apa pun namanya itu tak pernah lepas dari tubuh demokrasi.

Hukum bisa dibeli & hukum bisa dirombak demi kepentingan sponsor, utk itu demokrasi memerlukan dana besar. Yg miskin akan tersingkir yg lemah akan diperah yg susah makin susah & yg sakit makin sakit. Jurang antara kaya & miskin ibarat bumi dgn langit, sangat dalam & sangat jauh jaraknya. Sedang yg kaya akan semakin kaya berharta & jabatan, walau pun ada yg masih peduli dgn yg miskin itu pun itu masih sedikit, tidak sebanding dgn ratusan juta rakyat miskin di bawahnya. Hingar bingar pesta pora demokrasi lima tahun sekali yg diharapkan dpt merubah perkehidupan rakyat miskin, nyatanya tak pernah terealisasi dgn baik. Selalu saja, jargon2 yg mengatasnamakan rakyat hanya canda tawa dibibir saja, orasi2 politik yg memihak rakyat hanya timbul kala pemilu di gelar, setelah itu sunyi senyap tak bersuara.


Namun, dari semua itu, ketika seruan sebagian kalangan yg menawarkan solusi konkrit guna mengganti rusak & buruknya tatanan demokrasi ternyata hanya dianggap pengganggu & penghancur sistem demokrasi itu sendiri. Islam sbg tawaran normatif dianggap hanya cukup sbg seruan moral saja, yg sebaiknya diletakkan sbg 'penyeru' bukan sebagai 'pengatur'. Hingga akhirnya Islam mandul tak memiliki kekuatan real dlm mengganti demokrasi yg tengah rusak sekarat. Muara dari ke-tuli-an demokrasi ini, hanya membuat Indonesia semakin terpuruk & hanya menjadi bangsa pembebek yg tdk memiliki kekuatan tawar menawar yg kuat thdp bangsa imperialis semacam Amerika Cs. Ekonomi yg semakin dirampok habis oleh pejabatnya, kekayaan alam yg semakin terkuras diangkut ke luar negeri, budaya pergaulan yg semakin rusak, politik yg carut marut seperti tak berkesudahan.


Karena demokrasi telah kehilangan akal sehatnya, demokrasi telah kehilangan gendang telinganya sehingga tdk pernah mendengar apa pun di kanan kirinya. Mereka menganggap aktivis Islam tak pernah belajar sejarah! Justru mereka (aktivis demokrasi) yg tak pernah belajar sejarah dulu, kini & prospek yg akan datang. Mereka menganggap Islam tak memiliki konsep pemerintahan, justru demokrasilah yg tak pernah memiliki konsep dlm mengatur pemerintahan, konsep itu dibuat setelah pemerintah terbentuk &setelah itu tak pernah dijalankan oleh pengkonsepnya sendiri. Sudah berapa banyak kajian2 demokrasi yg mempelajari konsep NEGARA KESEJAHTERAAN nyatanya tak pernah indah dimata, hanya indah di atas kertas2 yg dikumpulkan dlm buku2 bertumpuk. Karena memang, demokrasi adalah sistem utopis yg dikaji oleh manusia2 tak memiliki telinga dikepalanya!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar